Senin, 30 April 2018

Sejarah



Judul buku yang kubaca dalam rangka menuntaskan tugas RCO ini sangat menggelitik. Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam? Tadinya kupikir buku ini akan membahas berbagai ‘kehebatan’ Islam yang membuat dunia tak berarti jika tanpa Islam. Tapi aku kecele. Buku ini justru pelit sekali memuji Islam meskipun sebagian besar isinya nampak memberikan perhatian khusus pada keluhan-keluhan umat Muslim terhadap Barat.

Buku yang aslinya diterbitkan tahun 2010 dengan judul A World Without Islam ini, mencoba menjabarkan bahwa Islam yang sepertinya menjadi titik polarisasi upaya dan komitmen Amerika Serikat dalam melaksanakan ‘Perang Global Melawan Terorisme’ justru sedikit sekali kaitannya dengan krisis hubungan antara Timur-Barat atau antara Barat dengan Islam itu sendiri.



Dalam buku ini, Graham E. Fuller, yang merupakan Guru Besar Sejarah Simon Fraser University, Kanada menceritakan berbagai sejarah kebersinggungan Islam baik itu dengan negara, kebudayaan, maupun agama-agama lain. Yang mana dari seluruh kebersinggungan itu kita dapat memahami argumennya yang menyatakan bahwa bahkan meskipun Islam tak ada, dunia tak kan bergulir jauh dari yang kita lihat sekarang ini. Barat toh akan tetap berhadapan dengan Timur, siapapun yang berdiri di atasnya(kemungkinan besar Kristen Ortodoks).

google image
Buku ini juga menceritakan dengan sekilas sejarah tentang pidato Paus Urbanus II pada Konsili Clermont pada tahun 1905 yang menginspirasi Perang Salib yang ‘berdarah-darah’ itu. Berbeda dengan buku Knights Templar Knights Of Christ  karya Rizki Ridyasmara yang pernah kubaca sebelumnya, yang justru menjelaskan secara detail bahwa Biarawan Sion-lah yang bertanggung jawab atas Perang Salib dan berbagai peristiwa kelam di dunia ini. Yah, meskipun berbanding terbalik dengan Dan Brown yang malah menggambarkan organisasi yang konon menjadi pelindung keturunan Maria Magdalena ini sebagai ‘korban’ di The Da Vinci Code-nya.

 
Menurutku pribadi membaca sejarah itu sangat penting. Dengan membaca sejarah, kita dapat memahami bagaimana perkembangan masyarakat dari masa lalu yang pada akhirnya dapat membentuk masyarakat yang kita kenal dewasa ini. Kita memang tidak bisa mengubah sejarah yang telah berlalu, tapi kita bisa belajar memilih jalan yang bagaimana agar berbagai sejarah yang ‘kelam’ tak lagi terulang.

#TugasRCO3
#Tugas1Level3
#OneDayOnePost


Minggu, 22 April 2018

Ketika Ziyu Marah


 
google image
Pagi itu Ziyu Si Anak Ayam kesal sekali. Wajahnya merah. Napasnya memburu. Aaaarrgghh ... ini pasti kerjaan Umin Si Kucing! Geramnya dalam hati saat melihat buku-buku di kamarnya berhamburan. Umin itu teman sekaligus tetangganya. Dia suka sekali main ke rumah Ziyu untuk membaca buku-buku cerita milik Ziyu. Soalnya Umin nggak punya buku cerita sebanyak Ziyu. Ziyu sih suka saja meminjamkan buku ceritanya. Apalagi Umin sering membantunya dan mengajaknya pulang sekolah bersama. Tapi, yang menyebalkan itu Umin jarang sekali mau mengembalikan buku-buku yang dibaca ke tempat semula. Padahal Ziyu sudah berkali-kali memberitahu Umin. Alhasil, kamar Ziyu pun berantakan. Ziyu tidak suka kamarnya berantakan.

Ziyu pun segera mencari Umin. Ah, itu Umin sedang di dapur. Dia pasti sedang makan kue buatan Ibu, sungut Ziyu dalam hati. Cepat-cepat Ziyu menghampiri Umin.

“Eh, Umin! Aku kan udah berkali-kali memberitahumu. Kalau habis baca bukuku itu langsung kembalikan ke rak. Kenapa kamu malah menghamburkan dan membuat kamarku jadi berantakan?” cecar Ziyu dengan nada tinggi. Meluapkan kemarahannya.

Umin kaget. 

“Aku belum pergi ke kamarmu kok,” jawab Umin bingung.

“Halah, jangan bohong! Kalau bukan kamu siapa lagi yang bikin kamarku berantakan seperti itu?” hardik Ziyu.

“Jangan marah dulu Ziyu, aku memang belum pergi ke kamarmu. Aku baru sampai kok tadi dipanggil Mamahmu.” kata Umin.

Ziyu bertambah marah dengan jawaban Umin yang nggak mau mengakui perbuatannya.

“Kamu ini menyebalkan sekali!” bentak Ziyu lalu mendorong Umin. Umin pun terjatuh.

Mamah Ziyu yang baru saja masuk ke dapur memekik kaget.

“Astaghfirullah Ziyu ... kenapa kamu mendorong Umin?” tanya Mamah Ziyu sambil membantu Umin berdiri.  “Umin kamu nggak apa-apa nak?”

“Nggak apa-apa kok Mamah Ziyu,” jawab Umin sambil tersenyum. 

Ziyu kaget melihat Mamahnya tiba-tiba datang. Ah, tapi kan Umin yang salah nggak mau ngaku kalau sudah bikin kamarku berantakan, kata Ziyu dalam hati.

Setelah Umin berpamitan pulang. Mamah pun mengajak Ziyu berbicara.

“Mamah sedih deh liat perlakuan Ziyu ke Umin. Mamah kan nggak pernah ngajarin Ziyu buat ngedorong teman sendiri.”

“Maaf Mah, habisnya Umin nggak mau ngaku sih sudah ngeberantakin kamarnya Ziyu.” Jawab Ziyu sebal.

“Yang ngeberantakin kamar Ziyu itu bukan Umin. Umin kan baru aja sampe tadi karena Mamah panggil. Mamah mau nitip kue pesanan Bundanya Umin.”

“Jadi ... Umin memang belum masuk kamar Ziyu Mah?” tanya Ziyu terkejut.

“Terus yang bikin kamar Ziyu berantakan siapa dong?” 

“Coba tanya Riyu. Katanya tadi dia mau meminjam buku ceritamu.” kata Mamah lagi. Riyu itu adiknya Ziyu yang kadang juga suka bikin Ziyu kesal. Aduuh ... jadi Umin memang belum ke kamarnya. Ziyu langsung merasa menyesal karena sudah marah-marah bahkan sampai mendorong Umin.

“Nah, makanya Ziyu, kalau ada apa-apa, dibicarakan aja dulu baik-baik. Jangan langsung marah-marah nak. Nggak baik,” kata Mamahnya lembut. 

“Iya Mah, Ziyu menyesal,” jawab Ziyu pelan.

“Ya sudah, nanti bawa kue brownis ini ke rumah Umin. Ziyu minta maaf sama Umin ya ...”

“Tapi Mah, kalau Umin marah sama Ziyu gimana?”

“Ya nggak apa-apa tadi kan Ziyu udah marahin Umin?” tanya Mamah menggoda.

“Aaa ... Mamah ...”

“Hahaha ... Mamah yakin Umin nggak akan marah kok. Dia kan nggak kayak anak Mamah yang gampang marah ini ...” kata Mamah lagi. 

Ziyu cemberut. 

“Yang penting, Ziyu minta maaf dengan tulus dan janji nggak akan gampang marah-marah lagi.” Kata Mamah Ziyu lagi.

“Iya Mah,” jawab Ziyu pelan.

***

#30DEM
#30DaysEmakMendongeng
#TemaMarahItuNggakBaik
#Day25 (seharusnya :d)

Owl, Si Burung Hantu Melihat Bintang Jatuh


 
google image
Malam itu bulan bersinar terang. Bintang-bintang bertaburan. Sungguh indah. Owl Si Burung Hantu bersiul pelan. Ia dan Mamahnya duduk bertengger di sebuah dahan dekat sarangnya. Angin laut yang menyegarkan berhembus. Pohon tempat sarangnya berada memang terletak di sebuah tebing yang berbatasan langsung dengan laut. Dari dahan itu Owl bisa melihat laut yang berkerlip terkena cahaya bulan. Ada kapal nelayan yang sedang menjaring ikan di sana.

“Mah, bagaimana cara nelayan itu tau arah pulang? Bukankah mata manusia tidak setajam mata kita saat malam hari?” tanya Owl penasaran.

“Ya, mata mereka memang tidak setajam kita, tapi Pak Nelayan itu tetap tau arah pulang dengan melihat bintang di langit,” Mamahnya menunjuk bintang-bintang di langit.

“Hah? Bagaimana caranya mereka pulang dengan melihat bintang di langit Mah?” 

“Mhmm ... kamu lihat diujung sana ada empat bintang seperti layang-layang, itu disebut rasi bintang Pari yang menunjukkan arah selatan. Nah, kalau 7 bintang di sana yang bentuknya seperti gayung itu di sebut rasi bintang Biduk, menunjukka arah utara. Dengan melihat rasi-rasi itu Pak Nelayan bisa menemukan arah jalan pulang.” Jelas Mamahnya.

Owl menatap bintang-bintang itu terpesona. Dia tidak tau kalau ternyata bintang-bintang yang tampak berhamburan itu ternyata bisa menjadi penunjuk arah.

Tiba-tiba sebuah cahaya melesat cepat.

“Mah ... ada bintang jatuh! Ada bintang jatuh!” seru Owl gembira.

Mamahnya tersenyum, “itu bukan bintang jatuh sayang.” 

“Kalau bukan bintang jatuh, terus itu apa Mah?” tanya Owl bingung. Benda bersinar itu jatuh dari langit, jadi sudah pasti itu bintang jatuh kan? Pikirnya.

“Itu, namanya meteor, Owl.”

“Apa itu meteor Mamah?” tanya Owl lagi.

“Meteor itu benda dari luar angkasa. Karena dia jatuh dengan sangat cepat ke Bumi, dia jadi berpijar makanya terlihat seperti bintang jatuh.”

“Owl bingung Mah. Owl pikir di luar angkasa hanya ada matahari, bulan, dan bintang.”

Mamah Owl tersenyum sambil mengacak kepala Owl dengan sayang.

“Makanya Owl belajar dan rajin membaca ya, biar tau benda-benda apa saja yang ada di luar angkasa,”

“Baik Mamah ...” jawab Owl sungguh-sungguh.

***

#30DEM
#30DaysEmakMendongeng
#TemaAntariksa
#Days 26 (seharusnya)

Ruru, Si Rusa Mengobati Temannya

google image


Hari ini Ruru Si Rusa pergi berkemah bersama teman-teman sekolahnya. Nyonya Bee, gurunya, membagi mereka menjadi tiga kelompok. Ruru sekelompok dengan Tupi Si Tupai, Katty si Kucing, dan Momo Si Sapi. 

Wah, mereka senang sekali. Langit begitu cerah. Pepohonan hijau yang rindang di sepanjang jalan sangat meneduhkan. Akhirnya setelah sampai ditepi hutan, Bu Guru Bee pun memilih untuk berkemah dipinggir sungai kecil yang airnya sangat jernih dan menyegarkan. Beliau meminta murid-muridnya untuk membongkar bawaan mereka dan mulai berbagi tugas.

Di kelompoknya, Tupi si Tupai dan Katty Si Kucing bertugas untuk mendirikan tenda. Momo Si Sapi berbulu coklat bertugas mencari kayu bakar di hutan untuk memasak dan membuat api unggun. Sedangkan Ruru bertugas untuk memasak. 

Setelah semua mengerti dengan tugasnya masing-masing, mereka pun segera mengerjakannya dengan semangat. Meski beberapa kali gagal dan sempat saling berdebat, akhirnya Tupi dan Katty pun berhasil mendirikan tenda mereka. 

Ruru yang sedang bersiap untuk memasak pun tersenyum melihat teman-temannya yang suka ribut itu. Tupi mendekatinya bertanya apakah ada yang bisa ia bantu. 

“Bagaimana kalau kau membantuku menyusun peralatan makan kita? Aku akan mengambil air di sungai dan merebusnya untuk membuat coklat panas untuk kita semua,” jawab Ruru.

“Asyik aku suka coklat panas,” seru Tupi senang. 

Tak berapa lama Momo datang membawa cukup banyak kayu bakar. Dengan arahan Bu Guru Bee, Ruru berhati-hati menyalakan api. Lalu mulai merebus air.

Setelah menggelar tikar, Katty pun ikut bergabung. Tapi karena ia berjalan dengan tergesa-gesa, Katty tak sengaja menyenggol kayu yang terbakar. Salah satu kayu kecil yang membara mengenai kaki Katty. 

“Aaaahh...” teriak Katty kesakitan. Ia sampai ingin menangis. Meski hanya sebentar, kulit kakinya terasa sangat panas. Teman-temannya yang kaget karena teriakannya pun mengerumuninya dengan rasa ingin tahu. Ruru yang tak berada jauh dari Katty juga datang mendekatinya.

“Kita harus membasuh luka bakarmu ini dengan air dingin bersih yang mengalir. Ayo ku bantu ke sungai. Tupi, tolong kau beritahu Bu Guru Bee ya ... “ dengan sigap Ruru memapah Katty. Tupi yang diminta tolong juga segera mencari berlari mencari Bu Guru Bee.

Setelah meletakkan kakinya di sungai. Rasa panasnya mulai sedikit berkurang. Katty pun tak lagi ingin menangis.

Diikuti murid-muridnya yang lain, Bu Guru Bee bergegas mendatangi Ruru dan Katty di pinggir sungai. 

“Wah, bagus Ruru, kamu sudah sigap memberikan pertolongan pertama untuk luka bakar Katty,” puji Bu Guru Bee. 

“Jadi anak-anak, kalau kalian atau teman kalian mendapatkan luka bakar ringan segera basuh dengan air bersih dingin yang mengalir ya ... setelah itu minta bantuan dengan Bu Guru atau orang tua kalian. Mengerti?”

“Mengerti Bu Guru Bee ...” jawab mereka serempak.

“Terima kasih ya Ruru karena telah menolong Katty. Sekarang bantu Katty ke tenda Ibu akan mengoleskan salep untuk luka bakarnya,” kata Bu Guru Bee lagi.

“Iya Bu Guru Bee,” jawab Ruru. Dia senang sekali bisa membantu Katty temannya.

***
#30DEM
#30DaysEmakMendongeng
#TemaDokterKecil
#Day27 (seharusnya)

10 Aktivitas Yang Bisa Kalian Coba #dirumahaja Selain Rebahan.

Hi Gaes. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga tetap   selalu sehat dan berbahagia bersama orang-oarang tersayang di rumah. Well, hari...