Sabtu, 19 Mei 2018

RCO Tercintah



Nggak kerasa RCO udah mau kelar aja. Kesan selama ikut RCO, seru sih! RCO benar-benar mendongkrak kebiasaan bacaku. Bulan kemarin aja aku berhasil melahap 6 buku!  Ini rekor terbanyakku tahun ini. secara bulan Maret aja aku malah zonk. Nggak baca buku sama sekali. Hahaha... (parah!)

Walaupun akhir-akhir ini agak keteteran dan bacanya ngepas buat menggugurkan kewajiban doang tetep suka sama program ODOP satu ini. Selain bisa tau macem-macem buku yang dibaca temen-temen lain, pijenya baik lagi (Mas Lu sih bukan Sovia... hahaha).

Pesannya, es teh deh satu (#ehh kan lagi puasa ya.. :D) untuk ke depannya semoga RCO bisa lebih baik lagi. Tema-temanya juga lebih menantang lagi. Pijenya nggak usah diganti. Duet maut Mas Lu dan Sovia udah bagus kok. sampe dibikinin cerita sama Pak Suden... :D
Sarannya, gimana kalo setiap level ada tugas mengambil foto buku-buku yang judulnya diawali huruf  R, C, dan O misalnya. Terus disuruh ceritain itu buku tentang apa aja. Atau mengambil foto dengan susunan warna pelangi mungkin biar kek yang di Instagram-instagram getoh. 

Atau menulis berdasarkan beberapa pertanyaan tentang buku yang disusun oleh pije. Misalnya buku pertama paling berkesan, fiksi favorit, non fiksi paling keren versi challenger-nya, buku yang udah dibaca berkali-kali tapi tetep menyenangkan, May’s fovourite book? atau pertanyaan lain yang serupa.

Well, sukses terus ya RCO, temen-temen sesama challenger yang kalo lapor atau bikin tugas suka rada-rada deket deadline, juga para pije kece ... Hahaha.. semoga kita semua lulus... aamiin...

#TugasRCO3Level4
#Tugas3
#OneDayOnePost

10 Korean Tales


Tugas RCO kali ini adalah kami diminta untuk membaca buku berbahasa asing. Sebenarnya aku punya satu novel sejarah berbahasa Inggris, judulnya “The Last Kingdom”. Tapi karena tebalnya, terus kemarin sempat yang sibuk mondar-mandir, aku jadi males baca novel itu :D (jangan ditiru yorobeun). 

Akhirnya aku memutuskan untuk membaca “10 Korean Classic Tales”. (Yaelah ... bacaanku receh amat yak? Hahaha ... but no one too old for fairytales right? *udah iya-in ajah biar cepet! :D)

Jadi, sesuai dengan judulnya, buku dengan 140 halaman ini berisi 10 cerita klasik dari negeri ginseng, Korea. Dibuka dengan cerita pertama yang berjudul “Tweleve Sacks Of Rice” yang menceritakan tentang 2 orang kakak beradik yang membagi hasil panen padi mereka . Masing-masing mendapatkan dua belas karung beras. Sang Kakak Dae Hee, memutuskan untuk memberikan tambahan satu karung karena istri adiknya Dae Hyun  baru saja melahirkan putra mereka. Pada tengah malam nan gelap gulita, diam-diam ia pun memikul sekarung beras dan memasukkannya ke gudang adiknya.

Namun betapa terkejutnya Dae Hee saat keesokan paginya ia masuk ke gudang miliknya.

“Aneh, seharusnya berasku tinggal sebelas karung,” katanya setelah menghitung karung berasnya yang masih berjumlah dua belas.

Karena berpikir mungkin ia hanya bermimpi, saat malam, ia pun kembali mengangkut satu sak beras menuju rumah Sang Adik. Namun lagi-lagi keesokan harinya, jumlah karung berasnya masih sama. Tidak berkurang.

Pada malam ketiga, ia kembali mengantarkan satu sak beras. Kali ini sinar bulan purnama menerangi jalan. Tak lama ia melihat sesosok laki-laki yang juga sedang memikul karung berjalan menuju arahnya. Setelah dekat, barulah ia sadar. Laki-laki itu adalah Dae Hyun adiknya.  Dae Hee pun bertanya, “apa yang kau bawa Dae Hyun-ah? Dan kemana kau akan membawanya?”

“Aku juga ingin menanyakan hal yang sama denganmu,”  jawab Sang Adik. 

Lalu tiba-tiba keduanya pun tertawa. Ternyata Sang Adik berpikir, kakaknya pasti memerlukan beras lebih banyak karena keluarganya lebih besar. Karenanya ia berinisiatif untuk memberi satu karung beras kepada kakaknya. 

Sebuah kisah persaudaran yang sungguh indah bukan?

Well, berikut ini adalah sembilan kisah lainnya :

  • The Naughty Green Frog (Katak Hijau Kecil Yang Nakal) 
  • Princess Pyong Kang and The Fool Oun Dahl (Puteri Pyong Kang dan Si Bodoh Oun Dahl) 
  • Why The Sea Salty? (Mengapa Laut Asin) 
  • The Three Year Hill (Bukit Tiga Tahun) 
  • The Rabbit’s Judgement (Penilaian Sang Kelinci) 
  • The Fountain Of Youth (Sumber Air Awet Muda) 
  • The Weeping Rock Of Mount UI (Batu Menangis Dari Gunung UI) 
  • Hochi The Faithful Dog (Hochi Si Anjing Setia) 
  • Ewha The Korean Cinderella (Cinderella dari Korea)

So, kalau kalian penasaran dengan cerita yang lain, silahkan langsung baca bukunya ya Gengs.. ;)

#TugasRCO3Level4
#Tugas2
#OneDayOnePost

Selasa, 01 Mei 2018

Divergent : Tetap Teguh! Meski Menjadi Berbeda


Judul                   : Divergent
Pengarang           : Veronica Roth
Penerbit               : Mizan
Cetakan               : Maret 2015
Jumlah Halaman : 543


“Tapi pikiran kita bergerak ke banyak arah yang berbeda. Kita tidak bisa dikungkung dalam satu cara pikir. Dan itu membuat para pemimpin takut ...” (hal.489)


Novel ini diawali dengan Beatrice Prior, seorang gadis berperawakan kecil berusia 16 tahun dari faksi Abnegation yang bersiap mengikuti Choosing Ceremony untuk menentukan apakah ia akan melanjutkan hidup di faksi yang sama atau pindah ke faksi lain.

Dengan latar kota Chicago di masa depan, Veronica Roth menjelaskan keberadaan manusia yang entah bagaimana bisa terbagi dalam lima faksi. Abnegation yang menganut selflessness (ketidakegoisan), Dauntless yang menganut keberanian, Erudite yang menganut rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, Candor yang menganut kejujuran, serta Amity yang menganut kedamaian. 

Jadi, saat berumur 16 tahun setiap orang wajib mengikuti test simulasi untuk melihat kecenderungan sifat yang dianut seseorang. Namun terdapat keanehan dalam hasil test Beatrice. Ia tidak memiliki satu sifat yang menonjol seperti pada umumnya. Ia justru memiliki tiga: Abnegation, Dauntless dan Erudite. Yang mana hal ini sangat jarang terjadi. Ia pun mendapatkan peringatan dari seorang simulator dari faksi Dauntless yang menangani hasil testnya. Bahwa ia adalah seorang Divergent, dan ia harus berhati-hati dengan statusnya itu.

Karena ia tak merasa cocok dengan faksi asalnya, meski dengan berat hati sebab harus meninggalkan keluarganya, Beatrice pun memilih faksi Dauntless sebagai faksi barunya. Sembari berusaha menyembunyikan identitasnya sebagai Divergent, ia juga teman-temannya sesama pemilih faksi Dauntless pun berusaha mengikuti serangkaian proses inisisasi agar dapat diakui menjadi anggota faksi sepenuhnya. Karena jika mereka sampai gagal melampaui standar nilai yang telah ditetapkan para pemimpin Dauntless, mereka akan diusir dari faksi, dan menjadi factionless.

Ditengah kesibukannya beradaptasi dengan seluruh kebiasaan faksi Dauntless itu, ia pun mulai mencari tau mengapa menjadi seorang Divergent justru membuat keselamatannya terancam. Sementara diluar markas Dauntless, pergolakan tengah terjadi yang disebabkan oleh ketidakpuasan faksi Erudite terhadap faksi Abnegation yang selama ini selalu dipercaya sebagai pemangku kebijakan. Mereka menerbitkan banyak artikel berita yang menyatakan bahwa Anegation telah menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya. Meski bertekad untuk menjadi seorang Dauntless sejati, Beatrice tidak serta merta mampu mengabaikan faksi lamanya. Apalagi ayah ibu yang ditinggalkannya juga merupakan salah satu pemimpin faksi Abnegation. 

Ketika isu panas mengenai pergolakan ini mulai mempengaruhi faksi Dauntless, Beatrice pun mulai mempertanyakan dirinya juga seluruh konsep yang dianut faksi-faksi yang ada.

Aku memang penyuka kisah-kisah distopia dengan genre sci-fi seperti Divergent ini. Hanya saja deskripsi mengenai berbagai tempat(terutama markas besar faksi Dauntless) memang sedikit membingungkan. Juga belum dijelaskan mengapa manusia bisa terbagi dalam 5 faksi. Tapi dengan penggunaan sudut pandang orang pertama, novel yang katanya ditulis Veronica Roth saat masih berusia 23 tahun ini telah mampu menggambarkan konflik batin Beatrice Prior dengan baik. 

Novel ini cukup inspiratif dengan mengangkat tema mengenai nilai-nilai perjuangan dan pencarian jati diri.

“Kita semua mulai merendahkan kebaikan nilai faksi laindalam proses pemahaman kebajikan faksi kita sendiri. Aku tidak mau seperti itu. aku mau menjadi berani, dan tak memikirkan diri sendiri, dan pintar, dan baik, dan jujur.” Ia berdehem. “Aku masih terus berusaha menjadi baik.” (hal.451)

#TugasRCO3
#Tugas3Level3
#OneDayOnePost

Divergent, Film Or Novel?


 
google image


Sebenarnya aku lebih dulu menonton film Divergent yang rilis tahun 2014 lalu ini, pas tau ternyata film itu diadaptasi dari novel, baru aku nyari novelnya. *Dan kenapa coba Ia itu novel baru dibaca sekarang?:D

Well, pas pertama kali nonton filmnya, aku langsung suka aja. Alasan pertama, karena tokoh utamanya cewek -yang keliatan keren banget (btw kenapa kebanyakan kisah distopia pemeran utamanya cewek semua ya? Ex,Hunger Game, The Fifth Wave)-, nuansa sci-fi-nya dapet, alur ceritanya juga seru.

Tapi, pas udah baca novelnya, seketika aku kecewa berat sama film yang pernah meraih penghargaan People’s Choice Award untuk kategori Favorite Action Movie tahun 2015 dan Teen Choice Awards untuk kategori Choice Movie : Action tahun 2014 ini. 

Aku paham, kita memang nggak bisa berharap film yang diadaptasi dari novel, bakal sama plek dengan versi novelnya. Entah terkendala durasi, biaya produksi, maupun hal teknis lainnya. Tapi kalo jadi beda banget kan, pasti mikirnya jadi yang kek "yah ... kok gitu sih?"

Beberapa perbedaan antara film dan novel Divergent yang sukses bikin aku kecewa adalah :

  • Dalam novelnya, Veronica Roth berkali-kali menegaskan kalau Beatrice Prior itu gadis dengan perawakan kecil, nampak lemah, tidak menarik, yang membuatnya cenderung tak percaya diri karena dia percaya dia tidak cantik. Dan Shailene Woodley itu nggak Beatrice Prior banget!! Dia cantik, tinggi, dan terlihat tangguh. 
  • Karakter Christina temannya Beatrice meski sama-sama berkulit gelap, di filmnya justru memiliki perawakan mungil.
  • Di novel yang memberikan kata sambutan saat choosing ceremony adalah Marcus Eaton sebagai perwakilan faksi Abnegation yang memangku pemerintahan. Tapi di film, yang memberi kata sambutan adalah Jeanine Matthews sebagai pemimpin faksi Erudite.
  • Beberapa deskripsi mengenai tes kecakapan saat proses inisiasi menjadi anggota penuh faksi Dauntless, dan kejadian Peter yang menusuk mata  Edward, juga tidak dimunculkan di versi filmnya.
  • Ikatan persaudaraan yang kuat antara Beatrice dan kakaknya Caleb juga tidak terlalu terlihat di versi filmnya. Begitu pula pas kejadian ibunya terbunuh saat hendak menyelamatkan Beatrice, kesan sedih yang ditampilkan di film tidak sedalam yang dijabarkan di novel, mungkin karena perbedaan secene-nya kali ya ...

Meski banyak perbedaan di sana sini, pada akhirnya aku sendiri juga tidak bisa mengira-ngira apakah Divergent akan menjadi lebih baik jika tokoh Beatrice tidak diperankan oleh Shailene. Secara, penulis aslinya Si Veronica Roth aja mendukung banget Shailene memerankan tokoh Beatrice Prior. Menurut kalian gimana?

So, film or novel? For me, novel!

#TugasRCO3
#Tugas2Level3
#OneDayOnePost

Lakuna #3


 
google image
Rama menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Kamu cemburu ya Evelyn?” tebaknya.

Seketika pipi Evelyn pun bersemu merah. Rama tersenyum.

“Ti.. tidak. Aku tak mengenal perempuan itu mengapa aku harus cemburu?”

“Kamu uring-uringan setelah Arisa kemari. Padahal dia kan hanya sekretarisku. Dia kemari untuk mengambil dokumen yang terbawa olehku. Ayolah Eve, baru kemarin aku bisa membuatmu memaafkanmu. Masa kamu tega mendiamkanku lagi?” Rama mendramatiskan suara memelasnya.

Evelyn melengoskan wajah. 

“Tenang saja, aku tidak mungkin menyukai perempuan gendut, galak, jerawatan seperti Arisa,” kata Rama mantap.

“Jangan membodohiku Rama Dirgantara! Aku tau pasti Arisa bukan perempuan gendut, galak, jerawatan seperti katamu,” bantahnya sebal. Walaupun ia buta, ia bisa merasakan bagaimana anggun dan menariknya suara ramah Arisa, meski bisa saja itu hanya sekedar protokol sopan santunnya sebagai bawahan Rama.

Rama masih tersenyum melihat  perubahan ekspresi Evelyn.

“Kita nikah aja yuk Eve ... biar aku bisa langsung meluk kamu kalo lagi imut gini ...” kata Rama pelan, tenang, jelas.

Uhukk ... Evelyn tersedak jus wortel yang diminumnya. Rama membantunya meraih tisu. Untuk beberapa saat Evelyn melongo. Ini anak ngajakin nikah udah kek ngajakin beli cilok di depan rumah aja, pikirnya konyol.

“Kenapa kamu belum berangkat kerja? Ini sudah jam berapa coba?” tanya Evelyn.

“Aku tak kerja hari ini.” jawab Rama singkat.

“Kenapa?”

“Aku tak mau kau bersedih karena berpikir yang tidak-tidak tentang aku dan Arisa, lagipula Tante Alika eh, Bunda memintaku untuk menemanimu.”

Evelyn cemberut.

“Aishh ... aku bukan anak kecil yang perlu ditemani. Kerja sana.”

“Aku kan presdirnya aku bisa kerja kapanpun aku mau.” Jawab Rama santai.
 
“Bekerja Rama! Jangan sok! Perusahaanmu kan baru dirintis ... berikan contoh yang baik untuk karyawanmu.”

“Kenapa kau tak menjawab lamaranku?” 

“Kau sebut itu sebagai lamaran?” 

“Apa kau sedang menyangsikan keseriusanku?” tanya Rama tajam.

Evelyn menghembuskan napas perlahan.

“Jawabanku, tidak!” Ia pun berdiri hendak berlalu.

Rama menahan lengannya.

“Apa karena kau adalah gadis buta sehingga kau merasa tidak pantas untukku?”

“Jangan mengkonfrontasiku Rama!” desis Evelyn. Ia berusaha melepaskan lengannya. Rama mengeratkan cengkramannya.

“Itu satu-satunya cara yang ku tahu untuk menghadapi keras kepalamu!”

Evelyn bisa merasakan gelembung kemarahan membengkak dalam dadanya.

“Lepaskan tanganku!” ia menghentakkan tangannya. Tapi Rama menolak melepasnya.

“Kau selalu seperti ini. Memilih pergi dan bersembunyi. Kemana Evelyn yang dulu yang selalu berani dan memiliki keyakinan yang kuat? Jangan bilang kecelakaan itu telah mengubahmu menjadi pengecut yang payah!” sinis Rama.

“Tau apa kau tentangku? Orang-orang yang berpikiran picik sepertimu selalu mengecam sesuatu yang tidak mereka pahami!” sengit Evelyn. Ia memejamkan mata. Menahan air mata yang hendak tumpah. Ia takut, jika mulai menangis, ia takkan bisa berhenti hingga tubuhnya mengerut. Bayangan dari kecelakaan malam itu kembali memenuhi benaknya. 

“Eve ... Om Rio tidak meninggal karenamu. Kecelakaan itu bukan salah siapa-siapa. Aku tidak tahan melihatmu yang terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri,” ujar Rama terdengar lebih lembut.

Bagaimana mungkin itu bukan salahku? Batin Evelyn. Ia mengingat dengan baik betapa tenangnya ayahnya meski kepalanya terus mengucurkan darah segar. Dengan tegas, tanpa ragu, tanpa memikirkan pilihan lainnya, ayahnya meminta agar Evelyn yang lebih dahulu di tolong. Hal terakhir yang dilihatnya malam itu adalah senyum samar ayahnya yang seolah mengatakan, “ayah tak apa, kau akan baik-baik saja puteriku.”

Ada malam-malam diamana Evelyn selalu memikirkan kata ‘seandainya’, ‘bagaimana jika’, atau ‘seharusnya’ tiap kali ia terbangun dari mimpi-mimpi buruknya. Lalu ia pun menyadari bahwa hidupnya terhenti pada satu titik. Jauh, dari apapun. Dari siapapun.

“Eve ... aku, bunda, kami sangat menyanyangimu. Sedikit pun, baik aku maupun Bunda, tidak pernah merasa harus mengasihanimu karena kebutaanmu. Beri kami kesempatan untuk membuktikan hal itu kepadamu. Kau bisa berbagi kesedihanmu, kemarahanmu, dengan kami.”

Bahu Evelyn berguncang, lalu terdengar isakan.

“Evelyn, kau pasti tahu kan sejak dulu aku telah menyukaimu? Kau mungkin tak tahu bagaimana hancurnya hatiku saat akhirnya aku mengetahui keadaanmu. Tapi aku tetap bahagia, oh, akhirnya aku menemukanmu, lakunaku. Ayo, menikahlah denganku Evelyn ... “ ujar Rama dengan nada mendesak, pelan, dan dekat.

Mari kita akan saling mengingatkan bahwa kehidupan selalu bisa kita nikmati dengan cara yang lebih baik, Eve ... lanjut Rama dalam hati.

***
#KelasFiksi
#OneDayOnePost

10 Aktivitas Yang Bisa Kalian Coba #dirumahaja Selain Rebahan.

Hi Gaes. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga tetap   selalu sehat dan berbahagia bersama orang-oarang tersayang di rumah. Well, hari...