Sabtu, 11 Juni 2016

3 Halaman



BAB I


Umumnya konseling selalu dikaitkan dengan bidang psikologi. Kalaupun ada pelayanan konseling  yang mengarah ke sekolah, itu pun tidak dimaksudkan profesi konseling sebagai pendidik. Jauh sebelum Belkin (1975) dan Efrod (2004) menekankan pentingnya pelayanan konseling yang berorientasi sekolah, Tulisan Gustad (1953) yang dikutip oleh Mc Gown dan Schmidt (1962) menjadi tanda awal tumbuhnya  profesi konseling yang berorientasi pada proses kegiatan pembelajaran. Meskipun tidak terlalu berkembang karena kalah pamor dengan konseling psikologikal yang masih menjadi primadona saat itu.


Berbeda dengan pandangan umum yang telah dijelaskan sebelumnya, di Indonesia, sejak awal mula Konseling memang telah berorientasi pada pelayanan profesional di bidang  pendidikan. Pada tahun 1960-an dunia pendidikan Indonesia telah menampakkan geliat pembaharuan dengan mulai dikembangkannya kegiatan bimbingan dan penyuluhan (BP) yang kemudian mengalami perubahan nama menjadi bimbingan dan konseling (BK), sampai adanya usulan untuk menggunakan satu istilah saja yaitu konseling. Penggunaan satu istilah ini diusulkan oleh Ketua Umum IPBI pada kongres XI IPBI di Bandar Lampung pada tahun 2001 yang lalu.


Istilah tunggal konseling ini telah digunakan secara resmi pada produk Ditjen Dikti Tahun 2004 pada buku yang brjudul “Dasar Standarisasi Profesi Konseling”, dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan dalam buku Panduan Pengembangan Diri Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.


Sementara itu organisasi profesi para petugas bimbingan di Amerika Serikat (yaitu AACD : American Association for Counseling and Development, yang semula bernama APGA (American Personnel Guidance Association) pada tahun 1992 megubah nama menjadi ACA (American Cuonseling Association) sebagaimana dikemukakan oleg Gladding (2012 : terjemahan).


Meskipun mengalami perubahan nama dari masa ke masa profesi konseling tidak pernah berubah arah, dasar, visi maupun misinya yang selalu berorientasi pada pendidikan.


Secara resmi kurikulum 1975 mengintegrasikan pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan  dalam upaya   pendidikan   yang   diselenggarakan   di   sekolah.   Integrasi   demikian itu berlanjut dan berkembang terus mengikuti dinamika perubahan kurikulum,  yaitu Kurikulum  1984,  Kurikulum  1994,  Kurikulum  2006,  sampai  Kurkulum  2013 yang diberlakukan sejak tahun 2013.



B.    KONSELING DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ini pun menjadi dasar utama yang menandai  integrasi  bidang  konseling ke dalam Sistem Pendidikan Nasional yang diberlakukan di seluruh tanah air. Undang-Undang ini juga secara legal menyebutkan bahwa konselor adalah pendidik, sejajar  dengan kualifikasi pendidik lainnya, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut,


“Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi  sebagai  guru,  dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.” (Pasal 1 Butir 6)



Meskipun tak dapat dipungkiri dalam prakteknya proses layanan konseling memang memakai kaida-kaidah psikologi. Namun hal ini tidaklah berbeda dengan penggunaan kaidah-kaidah psikologi dalam bidang lainnya. Seperti penggunaan kaidah-kaidah psikologi dalam ilmu sosial, ekonomi, bahasa, politik, pemerintahan. Demikian halnya  dengan konseling  yang berada dalam wilayah  pendidikan.


Lebih jauh, status seorang konselor sebagai pendidik itu ditegaskan bahwa posisinya itu adalah sebagai tenaga profesional sebagaimana dikemukakan :


“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.”(Pasal 39 Ayat 2)


Adapun pengertian profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. (UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Butir 4).

 Ketentuan  pokok  ini semakin jelas menjadi isi dan mewarnai berbagai peraturan legal, baik berupa  Peraturan  Pemerintah,  Peraturan  Menteri  dan  Peraturan  lainnya  terkait dengan upaya pendidikan dan pembinaan pribadi individu.Dani sini dapat kita cermati, dalam undang-undang tersebut telah ditegaskan bahwa profesi konseling secara resmi berada dalam wilayah pendidikan yang tentu saja landasan keilmuannya adalah Ilmu Pendidikan. Penegasan ini pun menghilangkan kerancuan tentang keberadaan profesi konselor yang sebelumnya disebut-sebut berada dalam wilayah psikologi.


C.    PENTINGNYA KONSELING DI SEKOLAH


Pendidikan sesuai dengan yang tercantum dalam UU SPN No. 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 adalah usaha sada dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


Pemetaan layanan konseling dalam jalur pendidikan formal yang memandirikan dalam jalur pendidikan formal keberadaanya sejak kurikulum 1975 sejajar dengan manajemen pendidikan dan pebelajaran bidang studi.

Ketiganya saling berkesinambungan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu perkembangan optimal tiap peserta didik. Dalam realitanya, pengembangan diri peserta didik secara utuh dan optimal lebih banyak terkait dengan wilayah pembelajaran yang merajutkan pembentukan berbagai dampak pengiring (nurturan effects) berupa penguasaan kognitif, afektif dan psikomotor oleh guru dengan menggunakan materi pelajaran sebagai konteks kegiatan belajar.

Namun, dalam setting pembelajaran khususnya dalam jalur pendidikan formal kontribusi guru tersebut masih bersifat parsial sehingga perlu dilengkapi oleh konselor dengan menyelenggarakan layanan konseling. Wilayah layanan konseling bertujuan memandirikan individu yang normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya sehingga dapat mengambil keputusan yang terkait dengan keperluan memilih, meraih serta mempertahankan karier dalam mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta menjadi masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the common good) melalui pendidikan (Sternberg, 2003)

Dengan demikian tak dapat dipungkiri konseling diperlukan dan merupakan bagian penting yang tak dapat dipisahkan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

10 Aktivitas Yang Bisa Kalian Coba #dirumahaja Selain Rebahan.

Hi Gaes. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga tetap   selalu sehat dan berbahagia bersama orang-oarang tersayang di rumah. Well, hari...