Senin, 17 Juli 2017

Dilema Pengalihan Pengelolaan SMA dan SMK



Ada sebuah foto koran yang isi beritanya mengenai batalnya pengelolaan SMA dan SMK di bawah naungan Pemerintah Provinsi, yang kini sedang viral beredar di antara guru-guru. Foto itu entah mengapa tiba-tiba muncul diberbagai grup WA Guru yang juga saya ikuti. Bahkan ada guru yang sengaja mengirimnya secara japri kepada saya langsung.

Foto itupun tidak jelas koran apa dan terbitnya kapan. Tapi, viralnya foto tersebut berhasil mengundang berbagai reaksi yang berbeda dari para guru. Karena isi dari berita  tersebut adalah tentang putusan MK yang seolah-olah telah memenangkan gugatan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 15 Ayat 1 dan 2 serta Lampiran huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintaha Bidang Pendidikan dalam sub urusan Manajemen Pendidikan.

Tujuan utama dari gugatan yang diajukan oleh Ketua Komite SMAN 4 Surabaya, SMPN 1 Surabaya, dan beberapa wali murid SMAN 5 Surabaya pada tanggal 7 Maret 2016 tersebut adalah, menolak pengalihan wewenang pengelolaan SMA dan SMK dari Pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Provinsi. Padahal, jika kita menilik kecenderungan guru-guru SMA dan SMK (termasuk saya pribadi),  mereka lebih suka pengelolaan SMA dan SMK ini memang dialihkan kepada Pemerintah Provinsi saja. Alasan paling mendasar tentunya harapan akan peningkatan kesejahteraan para guru ini. Karena kemampuan Provinsi untuk memberikan tunjangan daerah lebih (jauh) besar dari yang mampu diberikan oleh pemerintah Kabupaten itu sendiri. Seperti yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah ini misalnya, ada beberapa daerah yang penerimaan APBD-nya sangat kecil sehingga membuat Pemerintah Kabupaten hanya mampu memberikan Tunjangan Daerah sebesar Rp. 250.000 atau bahkan tidak memberi sama sekali. Sedangkan Kabupaten yang “kaya” bahkan mampu memberikan setengah dari gaji pokok pegawai golongan IV. Terlihat sekali ketimpangannya bukan? Meski memang benar,kita tidak bisa mengharapkan kaya secara materi dengan menjadi guru. Tapi bukan berarti lantas kesejahteraan para guru ini dinihilkan bukan?

Alasan yang kedua, adalah  kurangnya optimalisasi pelayanan dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten terhadap guru-guru SMA dan SMK. Diantaranya adalah kurang meratanya akses informasi mengenai kesempatan peningkatan profesionalitas dan karir guru.

Mungkin saja Surabaya mampu mengcover 2 masalah mendasar di atas. Penerimaan APBD-nya besar dan political will pemerintah kotanya dalam mengelola SMA dan SMK juga dinilai telah sangat memadai. Hanya saja, Indonesia itu tidak hanya tentang Surabaya bukan? Hendaknya MK mampu mempertimbangkan segala keputusannya sesuai dengan kondisi di masing-masing daerah. Sehingga tidak ada guru SMA dan SMK yang merasa tidak diperlakukan dengan adil. Yang nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

10 Aktivitas Yang Bisa Kalian Coba #dirumahaja Selain Rebahan.

Hi Gaes. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga tetap   selalu sehat dan berbahagia bersama orang-oarang tersayang di rumah. Well, hari...