“Dek,kita makan
yuk” kata mas Prabu di sebrang sana.
“Mas masih istirahat
ya?” jawabku sembari melirik jam tanganku.
“Iya, mas jemput
ya?”
“Iya, aku nunggu
di Foto copyan dekat kampus ya mas?”
Setelah
memasukkan ponsel ke dalam tas, aku pun kembali asik sibuk menyusun lembaran
foto copyan tugas makalahku. Gini neh kalau menunda-nunda mengerjakan tugas. Akhirnya
kewalahan sendiri. Tanpa ku sadari seorang laki-laki telah berdiri di sampingku.
Aroma parfumnya terasa familiar. Tiba-tiba laki-laki itu berkata,
“sibuk banget sih dek.”
Reflek aku pun
menoleh. “Mas?? Kok di sini?” tanyaku bingung.
“Kan kamu tadi
minta dijemput di sini dek?”
“Loh?” aku masih
bingung.
Mas Prabu tersenyum senang dengan tampang bingungku. Tangan kanannya
memegang kepalaku yang sejajar dengan bahunya. “mas tadi sudah dekat sini waktu
nelpon kamu dek.”
“Owh, pantes. Ya
udah tunggu sebentar ya mas.”
Tak berapa lama kami
pun telah sampai di sebuah restoran cepat saji. Waktu istirahat mas Prabu tidak
terlalu panjang, aku juga harus segera pulang. Sore ini ada jadwal privat
anak-anak. Jadi kami memutuskan untuk makan yang cepat penyajiannya dan praktis.
Restoran yang terkenal dengan ayam goreng tepungnya itu tidak
terlalu ramai. Mungkin karena sudah lewat dari jam makan siang. Hanya ada
beberapa pengunjung yang dengan santai menikmati hidangannya. Beberapa meja nampaknya belum sempat dibersihkan. Terlihat begitu
berantakan. Meja itu dipenuhi tisu bekas, kertas pembungkus nasi, ceceran saos,
es krim dan tumpahan air minum dimana-mana. Sepertinya tadinya meja itu dipakai
sebuah keluarga yang membawa anak kecil.
Aku teringat
protes Lisa padaku beberapa bulan lalu tentang meja yang kotor itu.
“Kenapa sih Al? Kan
nanti ada pelayan sini yang mbersihin?” tanyanya padaku yang sibuk membereskan
peralatan makan kami. Semua piring kotor ku tumpuk menjadi satu dan ku letakkan
di atas nampannya bersama gelas minuman dan tisu-tisu bekas yang telah kami
gunakan.
“Ya nggak papa
Lis. Biar mbak-mbaknya nanti mudah. Tinggal angkat aja.”
“Ya ampun. Ngapain
sih repot-repot? Membersihkan meja ini kan memang sudah jadi tugasnya? Mereka kan sudah
dibayar juga.”
“Ya ampun
sahabatku sayang, mempermudah pekerjaan orang lain apa salahnya sih? Lagian aku
nggak ngerasa repot kok. Sebentar doang. Neh, udah bersih kan?” kataku sambil
memamerkan karyaku.
“Dek, mas mau
ngomong sesuatu.” Kata mas Prabu
membuyarkan lamuananku. Wajahnya serius. Aku tak menyadari hilangnya senyum jenaka ramah khas
milik Mas Prabu yang biasanya menghiasi wajah tirusnya itu.
“Mau ngomong apa
sih mas? Ngomong aja. Kok kayaknya serius sekali.” Kataku sembari mengaduk-aduk
mocca floatku.
“Mas tadi
dipanggil atasan mas.”
“Ada proyek lagi
ya? Atau mas disuruh pelatihan keluar kota lagi?” tanyaku lagi.
“Dek, kita nikah
yuk.”
“Uhukk” aku
melongo. Mas Prabu menghembuskan napas perlahan. Berat.
“Mas dimutasi
dek.”
“Hah? Kemana? Kok
mendadak?”
“Solo. Sebenarnya
nggak mendadak dek. Dari tiga bulan yang lalu Pak Benny memang sudah bilang
kalau akan ada rolling besar-besaran. Tapi mas nggak berpikir kalau mas bakal
kena rolling makanya mas santai aja.”
“Jadi?” tiba-tiba
saja aku tak lagi bernafsu menghabiskan spaghetti
pesananku yang sedari tadi wanginya menggoda sel laparku.
“Ayo kita menikah
dek.”
Mendengar kalimat
itu aku justru teringat pada Kak Khalil yang tak pernah lagi menghubungiku
semenjak penolakanku waktu itu. Apa yang sedang kau pikirkan Kak?
“Dek, kok malah
ngelamun sih.” kata mas
Prabu sambil menggoyang-goyang tanganku. Aku tersadar. Aduh Alya, fokus. Di hadapanmu
ini mas Prabu.
“ Dek?”
Aku hanya
menghembuskan napas panjang. Kali ini selera makanku sempurna menghilang. Kolaborasi suara Ariel dan almarhum Crisye yang menghentak dari speaker
restoran ini seakan menyindirku.
Bila rindu ini masih milikmu
Kuhadirkan sebuah tanya
Harus berapa lama Aku menunggumu... aku
menunggumu..
***
Palangkaraya
22 Mei 2016
#OneDayOnePost
suka dengan ceritanya
BalasHapushuwaaaaaaaa..... senangnya ada yang suka...^_^ makasih mbakku.....
BalasHapus