“Hai, bagaimana kabarmu hari ini Hyerin Ah? Yaa.. kau tahu ini hari yang indah hanya untuk berbaring disini.” Sapa Kang Hanneul sembari dengan lembut mengusap tangan gadis yang dicintainya itu menggunakan handuk basah. Seakan tangan kekasihnya adalah sebuah porselen yang dapat pecah kapan saja jika tak diperlakukan dengan hati-hati.
Di jari manis tangan kanan gadis
yang terbaring dengan mata tertutup rapat itu melingkar sebuah cincin berbentuk
mahkota pemberiannya. Ia ingat wajah bahagia gadis yang memiliki rambut hitam
panjang itu saat ia melamarnya di pulau Jeju setahun yang lalu. Beberapa hari
sebelum peristiwa yang membuat kekasihnya harus tertidur hingga saat ini,
terjadi.
Laki-laki bermata sendu itu menghembuskan
napas perlahan. Sudah setahun ini Ia
dengan setia merawat Kim Hye Rin. Meski dokter telah menyatakan kecil
kemungkinan Hye Rin untuk membuka matanya lagi dan menyarankannya untuk
menyerah, ia tak pernah kehilangan keyakinannya sedikitpun.
Selesai membersihkan tubuh Hye Rin,
ia mengambil sebuah buku yang baru dibelinya di sebuah toko barang-barang antik
yang dilaluinya pagi ini. Salah satu jadwal hariannya bersama Hye Rin adalah
membacakannya dongeng. Hye Rin sangat suka dongeng. Karenanya ia langsung
membeli buku tersebut saat melihatnya terpampang di etalase toko.
“Baiklah aku akan mulai membacakanmu
sebuah dongeng. Mhmm.. ini tentang pangeran yang mencari sang putri yang telah
disembunyikan malam. Suatu hari, Sang Putri meminta Pangeran menemaninya
melihat bintang-bintang di taman istana. Tapi Pangeran sedang sibuk dengan
urusan kerajaannya, Sang Pangeran berkata, “pergilah lebih dulu putri, sebentar
lagi aku akan menyusulmu.” Sang Putri pun pergi dengan hati tenang. Bukankah
Pangeran tak pernah mengingkari janjinya? Namun, karena banyaknya hal yang
harus diurus Pangeran lupa akan
janjinya. Saat pagi menjelang, Pangeran berusaha mencari Sang Putri. Namun Sang
Putri tak pernah bisa ditemukan dimanapun. Ia telah diculik Sang Malam.
Pangeran pun menangis dengan seluruh kesedihannya. Ia meratap “oh... putarlah kembali sang
waktu. Aku menyesal. Ku mohon kembalikan Sang Putri padaku. Kumohon” Suara Kang
Hanneul mulai serak. Matanya berkaca-kaca.
Hingga saat ini, ia masih berharap
apa yang menimpa kekasihnya itu hanyalah sebuah mimpi buruk. Dipandanginya
beberapa foto mereka berdua yang tertata apik di atas meja. Sebuah kalender
meja juga pot mungil dengan selotip di sana sini ikut berjajar di sebelahnya. Kang
Hanneullah yang memperbaiki pot tersebut. Ia berharap dapat memperbaiki segalanya
jika ia memperbaiki pot bunga yang sedianya pecah itu.
Tak
pernah satu haripun dilewatkan Kang Hanneul tanpa menyesali kegagalannya
melindungi Kim Hye Rin. Sebenarnya saat itu Hye Rin memintanya untuk tetap
bersamanya hingga hari pernikahan mereka. Mereka bertengkar hebat karena
laki-laki itu menolak permintaan Hye Rin. Hingga tak
sengaja pot mungil itu pun menjadi korban pertengkaran mereka.
Kang
Hanneul menolak bukan tanpa alasan. Ia adalah salah satu anggota pasukan khusus
yang ditugaskan untuk menyelidiki mafia perdagangan senjata ilegal. Tak mungkin ia mengabaikan perintah atasanya
begitu saja.
“Ku
mohon Hye Rin Ah, ini penting untukku.” Katanya saat itu.
“Oppa..
apa aku tak cukup penting untukmu? Apa pernikahan kita juga tak cukup penting?”
tanya Hye Rin histeris.
Ia
tahu Hye Rin hanya sedang mengkhawatirkannya saja. Karenanya ia memutuskan
untuk tetap pergi. Dan membuktikan pada Hye Rin ia akan baik-baik saja.
Benar saja, Kang Hanneul mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Transaksi perdagangan senjata ilegal itupun dapat digagalkan. Ia pulang dengan gembira, lalu memamerkan keberhasilannya pada Hye Rin tanpa tahu bahwa keesokan harinya mimpi buruk itupun dimulai.
Benar saja, Kang Hanneul mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Transaksi perdagangan senjata ilegal itupun dapat digagalkan. Ia pulang dengan gembira, lalu memamerkan keberhasilannya pada Hye Rin tanpa tahu bahwa keesokan harinya mimpi buruk itupun dimulai.
Laki-laki yang mengenakan kemeja putih itu meremas rambutnya. Ahh.. andai saja ia tak mengambil tugas tersebut.. andai saja ia jauh lebih berhati-hati.. andai saja ia yang tertembak.. Tentu Hye Rin tidak akan terbaring koma saat ini. Ribuan pengandaian berkelabat dalam benaknya.
Kang Hanneul mengusap wajah lelahnya dengan kedua tangan. Ditutupnya buku dongeng, lalu
perlahan mengecup lembut kening gadis yang amat dikasihinya itu. “Chebal.. bukalah matamu Hye Rin Ah.. sudah cukup kau menghukumku”,
bisiknya dalam hati.
Ia
pun berbaring dan memejamkan matanya di sebelah Hye Rin.
Tik-tok,
tik-tok.
Suara
detak jam yang tergantung di dinding terdengar ritmis penuh misteri.
***
“Oppa..
Oppa..”
Suara
itu. Ah.. tidak. Ia pasti sedang bermimpi. Ku mohon jangan bangunkan aku, pintanya dalam
hati.
“Oppa
bangunlah. Ini sudah siang.”
Suara
itu semakin jelas. Memaksanya untuk membuka mata. Seraut wajah dengan senyum
merakah menyambutnya. Wajah itu milik Hye Rin!! Laki-laki itu langsung terbangun
dan duduk sempurna.
“Hye
Rin Ah, ini benar-benar kau? Kau baik-baik saja?” tanya Kang Hanneul sembari
mengguncang bahu Hye Rin.
Alis
hitam Hye Rin bertaut. Bingung dengan reaksi laki-laki tampan dihadapannya itu. Apa dia mabuk?
“Ya
ini aku oppa. Kim.. Hye.. Rin.” Jawabnya sembari tersenyum.
Kang
Hanneul segera menarik gadis itu dalam pelukannya. Tak bisa dirabanya
perasaannya yang membuncah bahagia. Ini bukan mimpi, cetus benaknya. Tubuh yang
dipeluknya kini benar-benar milik Hye Rin.
“Nomu boggo shipoyo..” kata Kang Hanneul
dengan nada sedih. Ia masih meleluk Hye Rin dengan erat.
“Oppa,
kau kenapa? Apa kau bermimpi buruk?” tanya Hye Rin bingung.
“Ya
aku bermimpi. Itu sebuah mimpi yang panjang lagi melelahkan”
Perlahan
Hye Rin melepaskan pelukan Kang Hanneul.
“Jangan
sedih, itu hanya mimpi. Ah, coba lihat penyergapan mafia senjata ilegal yang
oppa tangani semalam masuk koran.” Kata Hye Rin sembari menyerahkan koran
dengan headline besar itu. Hye Rin lalu bangkit menuju dapur.
Tunggu,
18 Desember 2015? Bukankah itu tahun lalu. Itu hari dimana peristiwa memilukan itu bermula. Kening Kang Hanneul berkerut. Dilihatnya kalender meja, sama. 18
Desember 2015. Apa ini? Kang Hanneul berpikir keras. Apa ia telah kembali ke masa
lalu?
Prang..
Tiba-tiba
ia dikejutkan suara pot bunga yang jatuh. Ia segera menghampiri sumber suara.
“Biyan..
aku tak sengaja menjatuhkannya.” Kata Hye Rin sambil tersenyum, malu-malu.
Kang
Hanneul diam. Berpikir cepat. Berubah. Ya semuanya berubah. Potnya tidak pecah
karena pertengkaran mereka. Kang Hanneul segera mengintip ke jendela. Di
kenakannya jas hitamnya dengan terburu-buru.
“Ayo..
kita harus segera pergi dari sini.”
Hye
Rin bingung.
“Tapi
Oppa aku...”
Belum
selesai kalimatnya Kang Hanneul telah menarik lengannya.
Dengan
tergesa mereka pun keluar.
“Oppa
memangnya kita mau kemana?” tanya Hye Rin tak mengerti.
“Yang
penting kita keluar dulu dari sini.” kata Kang Hanneul cepat. Apartemen mereka
berada di lantai 5. Jika dugaannya benar. Saat ini komplotan yang mengincar
nyawanya pasti sudah mulai bergerak. Dengan hati-hati ia mengintip. Benar
dugaannya beberapa laki-laki bersenjata telah bersiaga di lantai bawah.
Ia
berpikir keras. Kemana ia harus pergi? Ah, tangga darurat! Segera ditariknya
tangan Hyerin. Ia kembali ke masa ini tentu bukan tanpa alasan. Ya, ia telah
diberi kesempatan untuk mengubah takdir. Kali ini akan dipastikannya Hyerin tak
terluka sedikit pun.
Derap
langkah kaki yang terburu menggema. Sial!! Tangga ini pun pasti telah mereka
jaga. Kang Hanneul pun segera menarik tangan Hyerin kembali. Tak ada pilihan
lain. Nampaknya mereka memang harus turun menggunakan lift.
“Oppa
sebenarnya ada apa ini?” tanya Hye Rin khawatir.
Pintu
lift pun terbuka, mereka segera masuk. Kang Hanneul menatap Hye Rin yang
bingung juga khawatir. Dipegangnya pipi Hyerin dengan tangan kanannya. Tidak.. tidak.. Sunggh aku tak sanggup mengulang semua mimpi buruk itu lagi. Menyaksikan tubuh mungil Hyerin tertembak lalu bersimbah darah, aku tak bisa!! jeritnya
putus asa dalam hati.
Layar
indikator menampilkan angka 3.
“Oppa..”
Angka
2.
Kang
Hanneul menghembuskan napas perlahan.
“Hye
Rin Ah.. hiduplah dengan baik, o? Saranghae..” kata Kang Hanneul sembari
tersenyum lembut.
Pintu
lift pun terbuka. Sebuah moncong pistol terulur. Dengan sigap di tariknya tubuh
Hyerin.
Doorr..
Sebuah
timah panas melaju, mengoyak tubuh bagian belakang, lalu terhenti tepat di
jantungnya. Kang Hanneul rubuh.
Hyerin
terhenyak
“Oppaaaaaaaa....”
teriaknya histeris sembari menyambut tubuh Kang Hanneul yang ambruk.
Hal
terakhir yang dilihat Kang Hanneul adalah wajah sedih kekasihnya. Wajah yang
sama seperti saat dia menyaksikan Hye Rin tertembak sebelumnya. Ia berusaha
tersenyum.
“Kwaench’ant’a...
Hye Rin Ah..”
Tapi
kalimat itu hanya menggema di benaknya.
***
Pulang
Pisau
* Chebal : ku mohon
* Nomu boggo shipoyo : Aku sangat merindukanmu
* Nomu boggo shipoyo : Aku sangat merindukanmu
* Kwaench’ant’a : tidak apa-apa
* Saranghae : Aku mencintaimu
Tegaaaaa.... Kau pikir bertukar posisi bisa memperbaiki keadaan? Lalu bagaimana hidupku sekarang tanpamu?
BalasHapusT_T baper kak Sas
Makanya dia berpesan hiduplah dengan baik .. Kan ci?? 😀😀😀
Hapusishhh sedihnya kirain everything has change but not hua.hua...
BalasHapusLha kan has change itu udah bang ian.. 😂😂😂
HapusMhmmm..😰😰😰
BalasHapus