Sore ini aku sedang
dalam perjalanan pulang. Ku kendarai Vario merahku dengan kecepatan sedang.
Lalu aku pun menyadari langit telah tertutup sempurna oleh awan hitam yang
bergumpal-gumpal. Tak ada lagi sinar matahari terik siang tadi. Sepertinya
sebentar lagi turun hujan, pikirku.
Dan benar saja,
tak berapa lama kemudian hujan pun tumpah begitu ruahnya. Tapi sensasi yang ku
rasakan amat berbeda seperti hujan terakhir kali. Kali ini hujan yang
mengguyurku itu begitu cantik. Aku bisa melihat dengan jelas pola
lingkaran-lingkaran yang terbentuk saat titik air itu menyentuh aspal di depanku.
Pun demikian saat ia menyentuh kulitku terasa hangat dan ramah. Tiba-tiba saja
otakku dibanjiri memori-memori masa kecilku saat hujan turun. Saat pulang
sekolah, bersama-sama teman lainnya aku membungkus sepatu agar tak basah lalu
berlarian pulang. Tak jarang kami malah meloncati beberapa kubangan air dengan
gembira. Semua begitu indah. Rasanya dunia tak sekejam sekarang ini. Ahh, cepat
sekali waktu berlalu, pikirku lagi.
Tak lama aku
melewati sebuah jalan yang agak menikung. Kanan kiri jalan memang tertutupi
rimbunnya semak dan pohon-pohon berukuran sedang. Karenanya, aku pun memelankan
laju kendaraanku. Dan, “Astaghfirullah..” pekikku kaget, reflek mencengkram rem
kuat-kuat.
Aku tak begitu
yakin dengan penglihatanku. Ah, mungkin karena kaca helmku yang terkena rintik
hujan hingga mengaburkan pandanganku, pikirku lagi. Aku pun membuka kaca helm
guna memastikan. Allahu Rabb.. itu benar-benar tubuh manusia!!! Seorang
laki-laki!! Ia sempurna terlentang di tengah jalan. Lampu sein Vixion putihnya
masih berkelip-kelip di pinggir bahu jalan.
Aku pun segera
memarkirkan motorku. Beberapa mobil lewat, perlahan. Tapi tak berhenti. Kenapa
meraka tak berhenti?,tanyaku dalam hati.
Dengan
takut-takut aku menghampiri laki-laki itu. aku tak bisa melihat wajahnya yang
tertelungkup.Helm besar hitamnya juga menutupinya dengan sempurna. Sebuah tas
punggung yang menggelembung masih tersampir di pundaknya. Tadinya Ia mengenakan
sebuah jas hujan berwarna hijau daun pucuk pisang. Tapi kini jas hujan bahkan
pakaian laki-laki itu terburai tak berbentuk, memperlihatkan beberapa bagian dari pakaian dalam dan kakinya. Aku tak tahu
bagaimana pastinya, apakah ia korban kecelakaan tunggal atau tabrak lari. Hanya
ada dia dan motornya di jalan itu.
Allahu Rabb.. aku
harus bagaimana, bimbangku dalam hati. Tapi aku tetap mendekatinya,
“Mas.. mas... mas
..” panggilku. Entah suaraku yang kalah oleh suara hujan maupun deru kendaraan,
laki-laki itu tetap tak bergeming.
Aku berusaha
memfokuskan mataku. Laki-laki itu tidak bernafas!! Aku panik. Melihat ke
sekeliling. Pada mobil yang lalu lalang tapi tak mau berhenti. Beberapa orang
di balik kemudi itu bahkan terlihat menatapku dengan tatapan aneh. Aku harus
bagaimana??? Jeritku dalam hati.
Lalu satu kesadaran
muncul di benakku. Secara logika, aku memang tak mungkin memindahkan laki-laki
itu ke pinggir. Tubuh laki-laki itu cukup besar, aku tak kan sanggup
memindahkannya tanpa bantuan orang lain. Tapi meski begitu aku masih bisa
menutupi agar pakaian dalamnya tak lagi terlihat. Tanganku pun bergerak.
Tak disangka
sebuah tangan mencegkram tanganku. Aku pun tersentak kaget. Tangan itu milik
seorang bapak-bapak separuh baya.
“Jangan
disentuh!”
Aku menatap bapak
yang mengenakan kaos berkerah dengan pola garis-garis putih itu.
“Biarkan saja.
Ada kantor polisi di dekat sini.” katanya lagi.
“Kalau begitu
bagaimana kalau kita pinggirkan saja pak?” tanyaku.
“Jangan!! Ribet
urusannya nanti sama polisi!” Suara bapak-bapak itu kelewat tegas di telingaku.
Aku mematung bingung.
“Sudah kamu pergi
saja. Jangan di sini!” kata bapak itu lagi. Kali ini setengah menghardik.
Aku pun menjauh
dengan langkah ragu-ragu, mulai menstater motorku. Bapak-bapak itu pergi ke
seberang jalan. Tempat dimana sebuah rumah makan nampak ramai dipenuhi
orang-orang. Beberapa truk diparkir di halamannya yang luas. Bagaimana bisa
orang-orang itu diam saja melihat laki-laki itu sekarat di jalanan?? Setakut
itukah mereka terhadap resiko yang akan mereka tanggung jika menolong laki-laki
itu? Bagaimana jika laki-laki itu adalah ayah, atau saudara, atau bahkan anak
mereka? Relakah mereka melihatnya teronggok di tengah jalan raya seperti itu??
demi Allah , sungguh aku tak rela!!!
Hah, takut?
Jangan-jangan mereka hanya tak cukup peduli untuk menolongnya, kata salah satu
sisi hatiku sinis.
Astaghfirullah,
lalu apa bedanya aku dengan mereka yang juga tak dapat melakukan apapun untuk
menolongnya? Bantah sisi hatiku yang lain. Tak terasa aku pun menangis dengan
perasaan bersalah. Aku melanjutkan perjalananku.
Ahh.. kali ini
hujan terasa begitu dingin dan tajam menusuk kulitku. Apakah bahkan hujan pun
mengutuk kepengecutanku?? Dimana sisa-sisa moralitasku?? Bagaimana jika di hari
akhir nanti Allah bertanya mengapa aku tak menolong laki-laki itu?
Rabbi.. ighfirli...ighfirli..ighfirli..
Semoga semua amal
ibadahmu di terima dan engkau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah, wahai
laki-laki berselimut hujan.. Aamiin..
Suatu sore di bulan November,
Pulang Pisau
ih ngerii...mampir pos polisi lah kak???
BalasHapusAda sih deket situ pos polisi tapi nggak ada penghuninya.. Gara2 larangan pungli itu.. Jadi harus ke polsek terdekat yang jaraknya tidak dekat.. Hikzz...
HapusSyereeem
BalasHapusSedih mbak lisa... 😢😢😢
Hapus