“Amang sudah. Kada usah pian kejar.”
Kataku meneriaki laki-laki yang wajahnya terlihat sangat berang itu.
“Tidak Nur. Orang itu harus diberi pelajaran!! Berani-beraninya dia
melakukan hal itu kepadamu.” Jawabnya penuh kemarahan.
Aku menahan air mataku.
“Percuma amang. Ridwan sudah tulak.”
teriakku tertahan dari atas rumah panggung. Aku menyentuh pipi kananku yang merah
akibat tamparan Ridwan yang kalap
beberapa saat yang lalu.
Aku tak bisa melawan laki-laki bertubuh tinggi besar itu. Karenanya dengan perasaan
terhina, juga luka di hati dan tubuhku, aku pun memutuskan untuk lari. Ku abaikan telapak kakiku yang terasa perih
akibat tergores kerikil dan semak tajam. Ku redam rasa sakitnya. Itu bukan
apa-apa jika dibandingkan dengan semua penderitaan yang ku alami selama ini.
Aku terus berlari. Tak memperdulikan tatapan aneh orang-orang di jalan. Mereka
pasti berpikir aku ini orang gila. Mana ada perempuan baik-baik yang berlari
tanpa alas kaki, dengan rambut acak-acakan dan pakaian robek malam-malam
begini.
Dengan napas satu-satu aku pun sampai di rumah orang tua ku yang begitu
terkejut melihat keadaanku. Lebam di sekujur tubuhku menjadi bukti nyata betapa
laki-laki yang menjadi suamiku selama tiga bulan terakhir itu bukanlah
laki-laki sebaik yang disangkakan orang tuaku. Tak ku sangka ada amang Syamsuri
di sana. Baru saja selesai membantu abah yang melaksanakan kegiatan pengajian
warga yang rutin digelar setiap malam
Jum’at, di rumah.
“Nur, tidak mungkin Ridwan meninggalkanmu begitu saja tanpa ada alasan.
Jujurlah apa yang sudah kau lakukan hingga ia begitu murka padamu?” tanya Abah
gelisah.
Aku terkesiap. Bagaimana bisa Abah bertanya seperti itu? Sementara dengan
mata kepalanya sendiri ia dapat melihat hasil perbuatan Ridwan terhadap
putrinya. Hatiku yang sakit akibat perlakuan Ridwan bertambah perih karena
pertanyaan Abah itu. Aku menunduk. Diam.
“Sudahlah kak.. biarkan Nur istirahat dulu.” Kata Amang Syam menengahi.
“Tak bisa Syam. Dia baru menikah selama 3 bulan. Bagaimana bisa dia disarak
dalam waktu yang teramat singkat? Ini mencoreng nama baik keluarga kita. Ini
memalukan!!”
Pada akhirnya aku tak lagi mampu menahan air mataku yang mulai berontak
mengalir keluar. Dan semua tiba-tiba menjadi hitam.
***
Kosa kata dalam
bahasa Banjar
* Amang sudah. Kada
usah pian kejar : om, sudah. Tak perlu dikejar
*tulak : pergi,
berangkat
*sarak : cerai
Sarak saja dengan lelaki macam tu, huh.
BalasHapusSarak kada yu lah...😂😂😂
HapusYuk, bakar dia*eh. KeZeL. Hehe. Suku Jawa dong neng, bikin ceritanya hihi
BalasHapusAyo kita bikin bedua mbak.. 😍😍😍
HapusJangan basarakan lah, cuba pintaakan banyu dulu wadah urang alim, kalo kawa ja di tambai :D
BalasHapusHiih le.. Bujur jua.. Bah.. Kanapa pian kada mamadahi mulai semalam2 nah?? 😂😂😂
HapusSesak dadaku membacanya, mba. 😭😭
BalasHapus