“Hai, nama aku dong
Gilang.” Kata anak laki-laki yang masih menggunakan seragam putih abu-abu di
hadapanku itu dengan gaya slnge’an. Ia tersenyum. Sebenarnya dia nampak manis
dengan lesung pipi yang menghiasi senyumnya itu. Nggak kalah lah sama Afgan.
Gigi putihnya rapat berbaris. Sebentar apa itu cabe ya? Yang terselip di antar
gigiya.
Aku mengerenyitkan
dahi, apa karena sekarang cabe lagi mahal ya, makanya dengan bangganya ia
memamerkan cabe yang ada di giginya itu. Aku tertawa.
“Hai, aku Jingga.”
Jawabku.
“Aku tahu kok.” sahut
Gilang cuek.
“Lha?”
“Aku sudah tahu
namamu. Tapi aku yakin sekali kamu pasti belum tahu namaku kan? Makanya aku
memperkenalkan diriku.”
Aku pun mengangguk-angguk.
“Lalu, kalau aku sudah
tahu namamu kenapa?” tanyaku lagi.
“Lihat, aku baru saja
membeli ini.” kata Gilang sembari memperlihatkan benda yang dibawanya. What
the.. itu sikat gigi???
“Terus?”
“Tenang, aku sudah
mandi dan sudah gosok gigi kok. Tapi karena aku suka kamu, aku sengaja beli
sikat gigi ini. Dia mengingatkanku padamu. Warnanya Jingga. Mulai hari ini
Jingga, kau akan selalu ada di kamar mandiku.”
“Hah??”
Anak laki-laki itu
nyengir tanpa beban.
“Dodol!” kataku ketus.
Aku pun berlalu.
Bergegas masuk ke kelasku.
Kelas langsung saja
menjadi riuh ketika Pak Hendra membawa seorang anak laiki-laki yang disinyalir
sebagai siswa pindahan. Sebentar, itu kan.. Si Dodol Cabe. Eh, siapa ya
namanya.. mhmm.. Gilang. Ya.. namanya Gilang. Owalah.. ternyata dia itu siswa
pindahan. Pantas saja aku merasa tak familiar dengan wajah konyolnya itu. Aku
acuh. Kembali menekuri halaman sebuah novel yang ku bawa dari rumah. Tak
tertarik melihat wajah slengeeannya itu.
“Jadi gini pak, mamah
saya itu kan punya teman. Nah, temannya itu punya sepupu, nah sepupunya
temannya mamah saya itu punya adek. Nah, adeknya sepupunya temannya mamah saya
itu tetangga pakdenya Jingga.” Jelas Gilang panjang lebar saat Pak Hendra
bertanya alasan kepindahannya ke sekolah ini.
Heh?? Aku melongo.
Tawa pun meledak di kelasku.
“Apa hubungannya
penjelasanmu itu dengan alasan kepindahanmu ke sekolah ini Gilang?” tanya Pak
Hendra serius. Tak terpengaruh kasak-kusuk siswanya.
“Ehem.. jadi pada
intinya saya pindah ke sini karena Jingga Prameswari pak.” Jawab Gilang mantap dengan
muka polos.
“Eaaaaaa.....”
“Huuuuuuu....”
Teman-temanku semakin
riuh. Wajahku memerah bak tomat matang. Anak itu benar-benar.... Aaaarrgghhh...
***
“Jingganya Gilang...”
Aku memasang wajah
bete seketika. Anak laki-laki berwajah konyol itu kini sempurna berdiri dengan
riang di hadapanku. Tiba-tiba aku kehilangan selera untuk menghabiskan bakso
favoritku.
“Kenapa Lang?” tanyaku
berusaha judes.
“Kenapa rasanya 3
bulan kenal kamu makin judes ya Ngga?” tanyanya sembari duduk di sampingku.
Sita cekikan. Aku
melotot.
“Aku boleh nggak makan
sama kamu di sini?” tanya Gilang lagi.
“Terserah.”
“Keknya enak banget
makannya Ngga. Nggak kayak aku, yang masih berdarah-darah menanti jawaban.”
Tandas Gilang datar.
Sita cekikakan. Lagi.
Aku melotot. Lagi.
“Oh ya BTW, kenapa
kemaren pas aku main ke rumahmu malah dicuekin? Akunya malah di kerubungi
ibu-ibu?”
“Mang kamu penjual
sayur Lang dirubungin ibu-ibu?” tanya Sita sambil cekikan. Mungkin dia masih
sodara jauh sama kuntilanak.
“Nggak sih.. Cuma
akunya emang deket sama Mamang Tukang Kredit Panci.” Jawab Gilang ngasal.
Sita tertawa kali ini
sih lebih mirip Genderuwo. Aku melipat keningku. Memasang wajah tidak suka.
“Kok diem terus sih
Ngga?”
“Lha kan kemaren itu
lagi pengajian, masa iya aku malah nemenin kamu ngobrol?” sahutku berusaha
konsentrasi dengan mangkuk baksoku yang kini tinggal setengah.
“Aku asli sedih banget
deh pas duduk deket ibu-ibu kemaren. Masa mereka nggak percaya pas aku bilang
aku ini bakal calon suami masa depanmu Ngga?!?” curhat Gilang dengan wajah
disendu-sendukan.
“Uhuuukkk..” Aku
keselek, Sita terbahak.
“Minum.. minum..”
dengan sigap Gilang menyodorkan es jeruk di sampingnya sembari mengelus
pundakku.
“Makanya kalau makan
pelan-pelan Jingga..”
Aku menatapnya geram.
Memangnya gara-gara siapa coba aku keselek gini?
“Sudah, tabahkan
hatimu Ngga. Aku akan tetap suka kamu kok walaupun kamu lagi keselek atau lagi judes.
Aku kan udah suka sama kamu sejak sebelum kamu lahir.” Kata Gilang lagi dengan
mengerlingkan sebelah matanya.
“Sebelum aku lahir?”
“Mhmm, mungkin kamu
nggak ingat. Tapi waktu kamu masih di kandungan Tante Aira, aku sudah sering
ngobrol sama kamu.” Jawab Gilang kali ini dengan wajah serius.
Aku melongo.
“Jadi kamu jangan suka
sama cowok lain ya.. dan jangan lupa pilih aku pas pemilihan ketua OSIS entar,
oke?” katanya lagi sembari tersenyum manis.
Ahh.. sumpah lesung pipi itu
benar-benar tidak membawa manfaat sama sekali untuk perdamaian dunia.
Gilang pun
berlalu.
“Kemana Lang?” tanya Sita.
“Mau ke dukun terdekat.”
“Ngapain? Mau melet Jingga ya?” tanya Sita lagi.
“Ya nggak lah, Jingga
mah emang udah pasti mau sama aku. Aku mau nanya nomor.”
“Nomor buntut?”
“Nggak, nomor HP Tante
Aira. Biasa.. PDKT sama calon mertua.” Jawabnya sambil nyengir.
Sita ketawa sambil
mengacungkan jempolnya. Tanda dukungan.
“Dasar dong-dong.”
Dengusku sebal.
“Kenapa? Dia lumayan
loh. Jago Taekwondo. Trus pernah juara debat English gitu. Jago Senam Kesehatan Jasmani juga malahan. Makanya banyak anak cewek kelas X yang mulai ngincar
Gilang.” Kata Sita setelah Gilang pergi.
“Hehh?? Yakin??”
tanyaku tak percaya. Anaknya kan nampak tidak berbudi luhur gitu.
“Beneran! Kamu yakin
nggak nyesel tuh kalau nolak dia?”
Aku menoleh. Menatap
punggung Gilang yang semakin menjauh. Entah mengapa kali ini punggung itu
terlihat lebih gagah dan.. lebih bersih bersinar. Tiba-tiba terlintas wajah
konyolnya yang membeli sikat gigi berwarna jingga. Aku langsung menggeleng
kuat-kuat.
“Nggak.. nggak..”
kataku sambil menggetok-getok bergantian antara meja dan kepalaku.
“Lha kenapa?” tanya
Sita tak mengerti.
“Anaknya nggak jelas
gitu.” Jawabku
“Loh bukannya pakdemu itu tetangga adek sepupunya
temennya mamahnya Gilang ya?”
Aku melongo. Sita kurang kerjaan amat sampe hapal
silsilah ngaconya si Gilang.
“Eh iya, habis istirahat, kita ada ulangan kan
ya?” tanyaku mengalihkan pembicaraan
“Iya, Bu Yuli. Kimia. Hah.. mana aku belum belajar
lagi” Jawab Sita lesu.
Aku sudah belajar semalam. Aku mencoba meriview
pelajaranku semalam. Model atom modern, bentuk molekul, gaya antar molekul, energi yang menyertai reaksi, kecepatan reaksi, kesetimbangan kimia, lesung pipi, Gilang... ehh.. Astaghfirullah.. kenapa jadi
inget lesung pipi Gilang segala sih. Kembali aku menggetok kepalaku pelan.
Fokus. Fokus.. Jingga.
***
Pulang Pisau
*ODOP Challenge
*Tantangan Aa Gilang
wkwkwkwkww rasa rasanya pengen nimpung si Gilang kak Sas
BalasHapusnimpuk
HapusHhaa... Parah, kak sas bikin geleng2 nih.
BalasHapusNgoahahahaha.. Ngakak habis... Super.. Ini keren banget lucunya. 😀😀😀
BalasHapus