Penulis : Afifah Afra
Penerbit : Republika
Tahun
Terbit : 2015
Cetakan : Ke-1
“Cermin
itu selalu apa adanya. Jika yang bercermin di depannya memang punya keburukan,
dia akan pantulkan tanpa enggan, sehingga orang yang bercermin menjadi tahu apa
yang salah darinya, dan tentunya akan timbul kesadaran untuk memperbaikinya.”
Novel setebal 370 halaman ini berkisah tentang
seorang gadis yatim yang bekerja sebagai pemain ketoprak bernama Nun Walqolami.
Ia merupakan siswa terpandai di sekolahnya, namun pilihan hidup yang
dimilikinya amatlah terbatas karena ibunya yang berprofesi sebagai pemulung itu
tak mampu menguliahkannya. Alih-alih mengikuti jejak ibunya sebagai pemulung,
Nun memutuskan menerima tawaran mas Wir untuk
menjadi pemain ketoprak meski dengan bayaran amat minim di sebuah grup
ketoprak bobrok yang bernama Chandra Poernama milik Raden Mas Daruno. Seorang
pebisnis mata duitan yang juga memimpikan kekuasaan dengan ikut mencalonkan
diri dalam pemilihan walikota Solo.
Pertemuannya dengan Naya seorang wartawan yang
juga anak dari pengusaha terkaya di Solo membuat hatinya berbunga penuh harap. Meski
akhirnya ia pun mendapati kenyataan bahwa entah bagaimana ia tak kan bisa
bersanding dengan laki-laki santun jebolan universitas luar negeri itu. Siapalah
Nun bagi seorang Naya? Mereka bak langit dan bumi. Tak sekufu. Tak sepadan.
Adapun dengan Mas Wir yang juga menjadi kekasihnya
di atas panggung, meski Nun sungguh bisa merasakan ketulusannya, ia juga tak
merasa mampu meraih cinta laki-laki yang lebih tua lima belas tahun darinya
itu.
Dengan semua kegetiran juga kesengsaraan hidup
yang dialaminya Nun dipaksa mengerti bahwa setiap manusia merupakan cermin,
yang memantulkan keburukan dan kebaikan pribadi masing-masing orang.
Salah satu keunikan novel ini adalah selain melukiskan
kesederhanaan perempuan Jawa dan keindahan kota Solo, novel ini juga menyajikan
11 jenis tembang macapat yang digunakan dengan sangat apik oleh penulis sebagai
salah satu konstruksi alur cerita. Macapat adalah salah satu jenis tembang Jawa
yang berisi puisi tentang tuntunan hidup untuk manusia, yang memiliki aturan
tertentu dalam kalimat (guru gatra), suku kata (guru wilangan), dan bunyi sajak
akhir (guru lagu).
Well, i love this novel! So much.. ^_^
contoh macapat |
Pulang Pisau
Endingnya happy nggak?
BalasHapusHappy ending kok mbakku... 😂😂😂
BalasHapusHappy ending kok mbakku... 😂😂😂
BalasHapusSering dengar nama afifah afra, tapi belum pernah baca satupum karyanya..
BalasHapusMungkin lain kali bisa dicoba..😊