google image |
“Kenapa kau harus memikirkan ucapan mereka dan
menjadi sakit hati begini?” tanyaku tak habis pikir. Aku menatapnya
lamat-lamat. Perempuan berwajah oval dengan kulit putih itu menghembuskan
napasnya perlahan. Beberapa anak rambutnya yang dicat merah mahogany berterbangan
dipermainkan angin. Menggodaku untuk menyentuhnya.
“Apa kau pikir aku sakit hati karena ucapan mereka?”
Aku memilih diam. Setidaknya mata besar yang
dilapisi contact lens turquoise-nya itu tak mampu menutupi semburat luka yang
sempat terlintas. Begitu pikirku.
“Selama ini aku menjalani kehidupan yang tidak
mudah. Kau tahu, saat kau tumbuh di lingkungan yang buruk, kau akan mulai
belajar untuk membangun egomu. Sebagian orang mungkin akan memuji bahwa aku cantik.
Tapi sebagian yang lain akan meludahiku, mengutukku, dan menginjakku tanpa
alasan sama sekali. Tak apa. Aku masih bangun pagi, mengenakan make up dan
tersenyum. Tak masalah. Aku bisa bertahan. Karena apa yang kulakukan adalah
keinginanku sendiri. Entah menjadi penyanyi dangdut atau menjadi teman kencan
pejabat-pejabat itu. Orang-orang itu menghinaku tanpa tahu siapa aku. Tapi saat
aku terpuruk di titik terendah, aku dapat melihat sekeliling dengan lebih
jelas. Dalam kehidupanku yang tak mudah itu, ibuku juga ada di sana. Saat mereka meludahiku, mereka juga akan
meludahi ibuku. Karenanya jika kau bersamaku, mereka juga akan meludahimu Dan. Aku
tak kan bisa memamerkan senyumku jika mereka juga meludahimu.” Air mata mulai
menggerlapi mata indahnya. Di telingaku suara seraknya itu seperti
kalimat-kalimat tanpa titik koma, tanpa jeda, tanpa alinea. Sebuah paragraf
panjang yang bahkan tanpa margin.
Kesunyian kembali menggelegar diantara kami. Aku mencintai
perempuan di hadapanku itu dengan seluruh hidupku. Peduli setan kalau
masyarakat menggunjingkan hubungan kami. Yang ku tahu, lesung pipit, hidung
bangir dan senyum cerianya telah sempurna memikat hatiku. Sayangnya aku tak
pernah tahu kalau cinta ini justru membebaninya. Hanya aku yang bahagia dengan
hubungan kami. Hanya aku yang selalu berdebar setiap kali melihatnya menyambutku
di depan pintu rumah kami yang berada di dekat pantai. Hingga suatu hari ia pun
mengatakan, “tapi aku tak mampu lagi. Ini berat sekali untukku, Dan”
Penyesalan yang begitu pekat melingkupiku. Juga ribuan
tanya yang kini menjejali kepalaku. Sejak kapan ia tak bahagia? Mengapa aku
abai terhadap perasaannya? Ah, mengapa pula ia pun tak menceritakan perasaannya
yang sebenarnya padaku? Bukankah menjaga rahasia terutama dari pasanganmu
sendiri akan membuat hatimu menjadi berat? Bukankah ada banyak momen
kebersamaan kami yang dapat dijadikannya kesempatanuntuk bercerita?
Saat kami tak pernah absen memandangi senja di
pantai itu, misalnya. Atau saat hujan dan aku memutuskan untuk tidak berangkat
ke kantor, dan memiih untuk bergelung dalam selimut hangat bersamanya. Atau saat
aku menemaninya menanam bunga-bunga di pekarangan sempit kami. Karena walaupun
terkesan centil dan serampangan, perempuan itu pecinta bunga. Atau saat ia
sedang iseng lalu menggangguku membaca buku, dengan memoles bibirku dengan
lipstick merah menyala miiknya. Semua kenangan indah itupun berkelebatan di
benakku.
Tiba-tiba saja aku mendapatkan sebuah pemikiran.
Bahwa sesungguhnya perempuan berusia 20 tahun itu memang tidak pernah berusaha untuk
memasukkanku dalam hidupnya. Bukankah aneh ia tiba-tiba menyerah setelah semua
kesulitan yang kami hadapi untuk dapat bersama? Kemurkaan keluargaku juga ibunya yang tak menyukaiku, apakah semua
sebanding dengan gunjingan mengenai hubungan kami? Bukankah ia tahu ini sudah
pasti bukan jalan yang mudah.
Tak ada kalimat yang mampu menahannya. Aku pun
membiarkan punggungnya berlalu. Kami berpisah di tepi jalan raya yang ramai. Ia
bahkan menolak saat aku menawarkan untuk mengantarnya ke rumah ibunya.
Setidaknya aku berharap di perjalanan nanti aku masih bisa membujuknya untuk
tidak berpisah. Sebuah dialog dengan sesama teman kantor terlintas di kepalaku.
“Apa kau tahu hal apa yang paling mudah dilakukan
di dunia ini?”
“Apa?” tanyaku
“Memutuskan sebuah hubungan.”
Aku menghembuskan napas pelan, lalu meraih
ponselku. Mengetik sana sini lalu mendengarkan nada sambung. Agak lama baru
terdengar suara. Aku melihat perempuan itu berhenti dan membalikkan badannya.
“Hallo..”
“Maafkan aku yang telah membebanimu dengan cintaku
yang mungkin terlalu besar untuk kau tanggung. Tapi jika kau berpikir aku masih
bisa menjalani semuanya tanpamu, kau salah. Jaga dirimu. Hiduplah dengan baik
Rika.” Kakiku mulai melangkah menuruni trotoar. Tak lama sebuah truk dengan
kecepatan tinggi menghampiri tubuhku. Meski ku lihat supirnya berusaha mengerem
mengurangi kecepatan, semuanya terlambat.
“Braakk..”
Aku pun memeluk rasa sakit yang menjalar dengan
cepat saat tubuhku terhempas. Terbayang kembali wajah mama yang berurai air
mata saat aku mengatakan ingin menjalin hubungan yang serius dengan Rika,
perempuan pilihanku. Juga wajah Ayah, yang mungkin terlampau terkejut dengan
permintaan anak kebanggaanya. Permintaan yang harus ku bayar mahal karena ayah
harus pergi untuk selamanya setelah divonis gagal jantung. Saat itu aku memang
sedih, tapi aku masih mengira semua ini setimpal sebagai harga yang harus ku
bayar untuk bisa hidup bersama Rika, biduan cantik dari kampung sebelah. Aku melihat
Rika berlari menghampiriku. Gaun birunya berkibar, mengingatkanku pada
pertemuan pertama kami. Pertemuan yang membuatku merasa yakin hanya Rika lah
yang bisa mengisi kekosongan hatiku, dan hanya akulah yang bisa menyelamatkan
Rika dari kehidupannya yang buruk. Yang bisa membahagiakannya. Menghapus luka
yang ditorehkan bapak tirinya yang suka menyiksa dan memuaskan nafsunya pada
Rika. Setetes bulir air mata menyembul di sudut mataku. Hal terakhir yang ku
dengar adalah suara rika yang memanggilku.
“Danishaaaaaaaaaa...”
#Tantangan Kelas Fiksi 4
Palangkaraya
Sedih...cinta tak sampai...sad ending
BalasHapusHehe... cinta yang memang nggak perlu sampai sih sebenernya mbak...makasih ya mbak udah mampir sini..
HapusBagus mbak,
BalasHapusLanjutkan!
Siap lanjutkan.. makasih kang..
Hapus9
BalasHapusMakasih uncle..😍
HapusDanisha???
BalasHapusPerempuan???
Yup..😂😂😂senangnya ada yang sadar...*peluk peluk..
Hapus