Upacara tiwah merupakan salah ritual Suku
dayak Ngaju yang menganut Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah untuk mengantarkan
jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang dituju
yaitu Lewu Tatau atau Lewu Liau.
Mereka akan menggali kembali jasad
yang telah dikuburkan , kemudian mensucikannya dengan upacara khusus dan
penombakan hewan-hewan yang dikorbankan. Setelah semua persyaratan terpenuhi,
mereka akan meletakkan tulang-belulang tersebut ke sebuah tempat khusus yang di
sebut dengan Sandung.
Upacara ini membutuhkan dana yang
sangat besar. Karenanya Upacara Tiwah biasanya dilaksanakan secara masal dan
digelar selama 7-40 hari lamanya. Dalam tahapannya, ada banyak rangkaian ritual yang akan
dijalani keluarga pelaksana. Beberapa diantaranya ada tarian Manganjan, suara
gong, dan lain-lain.
Selain sebagai tanda bakti kepada
leluhur, tujuan lain dari Ritual Tiwah ini adalah untuk membuang
pengaruh-pengaruh buruk bagi keluarga yang ditinggalkan juga sebagai hari
pelepasan ikatan antara yang hidup dan yang sudah meninggal.
foto punya siswa |
Meski telah tinggal selama kurang
lebih 5 tahun di Bumi Tambun Bungai
ini, aku sendiri belum pernah menghadiri upacara Tiwah secara langsung. Bukan
apa-apa sih. Aku hanya tidak cukup tega
dan tidak cukup berani melihat kerbau yang ditombak oleh para anggota keluarga atau
perwakilan yang telah ditunjuk langsung oleh keluarga yang melaksanakan upacara
Tiwah tersebut. Biasanya orang yang paling tua dalam silsilah keluarga tersebut
akan mendapatkan giliran pertama untuk menombak Si Kerbau itu tadi. Nah, darah
segar yang mengucur dari kerbau itu diyakini bisa mensucikan arwah secara
supranatural.
Mengapa harus kerbau? Ternyata
alasannya adalahkerbau dipercaya memiliki nilai ritual yang lebih tinggi
ketimbang hewan lainnya. Karena meskipun sapi, babi atau ayam juga disembelih
dalam upacara Tiwah, tetap saja kerbau menjadi hewan utama yang akan
dikurbankan.
Setelah si kerbau mati, kepalanya akan
dipenggal dan dikumpulkan untuk menjadi makanan roh. Sedangkan dagingnya akan
dimasak dan dimakan bersama-sama.
Nah, setelah upacara Tiwah,
tulang-tulang leluhur kemudian diletakkan di dalam rumah kecil berbahan kayu yang
disebut Sandung. Dalam sebuah sandung, biasanya berisi tulang-tulang
satu sampai tujuh orang leluhur. Di Bukit Rawi (Desa tempatku
mengajar) sendiri, memiliki beberapa situs Sandung. Dan meski aku pernah
mengunjunginya, aku baru tahu kalau ternyata Sandung memang sengaja dibuat tinggi
agar tidak menyentuh tanah dan biasanya didirikan dengan menggunakan 4 sampai 6
tiang (Sandung Raung). Ada juga
Sandung yang bertiang satu. Sandung ini khusus
digunakan bagi tulang-tulang orang yang meninggal karena dibunuh.
Well, ternyata Upacara Tiwah tidak
hanya menarik untuk masyarakat Kalimantan Tengah loh. Banyak wisatawan domestik
dan internasional yang juga tertarik untuk melihatnya. Bagaimana? Apa kalian
juga tertarik untuk melihatnya?
#KataHatiChallenge
#KataHatiProduction
Kasihan kerbaunya eh. Harusnya kan kalau membunuh hewan secara syariat itu disembelih sambil dibacakan basmalah.
BalasHapusIya.. keyakinan mereka memang demikian..
HapusJauh ya kalimantan tengah. Aku aja hidup muter2 samarinda aja. Hehehehhe
BalasHapusmain sini.. eh emangnya Suku Dayak yang menganut Hindu Kaharingan di sana nggak pernah ngadain Tiwah ya?
HapusIni yv pernah diceritain sovia itu kan yaa??
BalasHapusiya mungkin.. secara dia emang tinggal di sana..
HapusAduh ngerinyaa...
BalasHapusiya makanya nggak berani liat langsung..☺
HapusOh iya ini yang pernah diceritain Sovia kemarin tuh ya? Aya-aya wae ya budaya NKRI :D
BalasHapusMaaf, Sovia siapa ya??😃
BalasHapusitu, kerbaunya dimasak untuk dimakan nggak?
BalasHapusdimakan mbak.. kadang ada acara tiwah dimana yang muslim diminta untuk menyembelih si kerbau biar bisa ikut makan. Wujud lain dari toleransi di sini..
HapusNgeri.... Takut... Laper...
BalasHapusmangano pak..😅
HapusIni semacam sedekah bumi gitu gak mbak?
BalasHapusmungkin lebih tepat disebut sedekah untuk para arwah leluhur mbak..
Hapus