Senin, 12 Desember 2016

Karindangan #3

Karindangan #1
            Karindangan #2

“Ceritakanlah semuanya Nur..” kata Amang Syam lembut yang menungguiku di rumah sakit.

Aku masih berusaha membiasakan diri dengan ruangan serba putih itu. Beberapa bagian tubuhku menjerit ketika aku berusaha bergerak.


“Apa Abah begitu kecewa padaku Amang?” tanyaku pelan.


Amang Syam menghela nafasnya perlahan. Dengan hati-hati ia berkata, “beliau hanya masih terlalu kaget Nur.”


Aku menghembuskan napas perlahan.


“Tadinya Ridwan memperlakukan Nur dengan baik. Tapi setelah sebulan hidup bersamanya baru Nur tahu perangainya yang kasar lagi suka bermain wanita. Nur bertahan karena pernikahan ini baru seumur jagung. Apalagi kehormatan keluarga merupakan hal paling utama untuk Abah. Tapi beberapa waktu terakhir ini dia mulai suka memukul Nur jika dilihatnya ada sedikit saja yang tak mengenakkan hatinya. Puncaknya semalam, ia mabuk dan membawa gandaknya ke rumah. Entah bagaimana, Nur begitu muak melihatnya. Dan Nur mulai mencecarnya. Tapi Ridwan gelap mata. Tak dilihatnya Nur sebagai istrinya lagi. Karenanya Nur melarikan diri. Nur tak kuat lagi Amang.” Kataku mulai sesunggukan.


Amang Syam diam nampak  begitu keras menahan murkanya.


“Amang, bolehkah Nur bercerai saja? Tapi apakah Abah akan membenci Nur? Amang tolong Nur.. bawa Nur jauh dari sini..”


“Tenang Nur.. Sudah jangan kau pikirkan masalah itu, sebaiknya sekarang kau pulihkan dulu kesehatanmu.” Jawab Amang lemah.


Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sesosok laki-laki muncul kemudian. Amang Syam berdiri. Demi melihat sosok laki-laki itu aku segera meraih tangan amang Syam dan berlindung di balik tubuhnya. Meringkuk gemetar. Itu Ridwan. Kening Amang Syam berlipat heran.




“Nur.. bagaimana keadaanmu?” tanya laki-laki yang menggunakan jaket hitam itu mendekat.


Aku semakin erat memegang tangan Amang Syam. Bagaimana bisa laki-laki itu menampakkan wajahnya di sini? Tak puas kah ia memukuliku semalam?


“Maaf, untuk sementara ikam kada kawa tetamu Nur dulu.” Tahan Amang menghalangi Ridwan.


“Amang tolong izinkan ulun bertemu dengannya. Barang setumat. Ulun handak memastiakan keadaannya nang  sebujurnya ja.” Kata Ridwan memohon.


Apa? Ulun? Sejak kapan dia bisa bicara sesopan itu?


“ Ridwan, tolong! Ini rumah sakit. Tidak baik kalau kita ribut di sini.”


 “Ulun tuh kadada niat cagar membuat keributan di sini Amang. Hanya saja Nur itu masih istriku. Aku lah yang berkewajiban menjaganya!” jawab Ridwan keras.


 Aku terhenyak. Dengan takut-takut ku lihat wajah Ridwan yang terlihat lelah sekaligus khawatir bercampur cemas. Sejak kapan laki-laki itu mengkhawatirkanku? Istri katanya? Tiba-tiba aku begitu muak melihatnya.


“Amun ikam tatap ja bakaras kaya ini, terpaksa aku harus memanggil pihak keamanan untuk menyeret ikam dari sini.” kata Amang Syam lagi dengan geram.


Wajah Ridwan segera digelayuti mendung. Ridwan mematung untuk beberapa saat.


“Amun ada apa-apa, tolong langsung hubungi ulun lah Mang...” Kata Ridwan pada akhirnya sebelum meninggalkan ruangan.


Aku menghela napas lega dan mulai melepaskan peganganku.


“Kau tak apa Nur?” tanya Amang Syam menatapku khawatir.


“Inggih, ulun kada papa.” Kataku sembari tersenyum lemah.


“Syukurlah..” jawab Amang terlihat lega.


“Bagaimana bisa inya ke sini setelah apa yang inya lakukan ke ulun, Mang?” tanyaku tak mengerti.


Sebelum Amang sempat menjawabku. Pintu kembali terbuka. Seorang wanita  yang mengenakan seragam putih masuk. Ia tersenyum ramah.


“Dokter Syam, pian disuruh dokter Abdi ke ruangan sidin sekarang.” Kata perawat itu.


“Oh, iya kah? Setumat lah..” kata Amang Syam lalu berpaling padaku.


“Nur, kau istirahat saja dulu ya? Amang handak menemui dokter Abdi dulu lah.“


“Amang jangan tinggalkan ulun. Ulun kada wani saurangan di sini.” jawabku memelas.


“Kada papa.. ada perawat Nita di sini. Kena Amang ke sini lagi.” Kata Amang menenangkanku.



***

                                                                                                                                                                  Kosa kata dalam bahasa Banjar :

·         Ulun : (kata penghormatan) saya

·         Pian  : (kata penghormatan) anda

·         Ikam : (kata penghormatan digunakan untuk berbicara kepada sebaya atau yang lebih muda) kamu

·         Sidin : (kata penghormatan) beliau

·         Inya : dia

·         Setumat : sebentar

·         Kada : tidak/ bukan

·         Wani : berani

·         Saurangan : sendirian

·         Kena : nanti



Pulang Pisau

3 komentar:

10 Aktivitas Yang Bisa Kalian Coba #dirumahaja Selain Rebahan.

Hi Gaes. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga tetap   selalu sehat dan berbahagia bersama orang-oarang tersayang di rumah. Well, hari...