Karindangan #1
Karindangan #2
“Ceritakanlah semuanya Nur..” kata Amang Syam lembut yang menungguiku di rumah sakit.
Karindangan #2
“Ceritakanlah semuanya Nur..” kata Amang Syam lembut yang menungguiku di rumah sakit.
Aku masih berusaha membiasakan diri dengan ruangan
serba putih itu. Beberapa bagian tubuhku menjerit ketika aku berusaha bergerak.
“Apa Abah begitu kecewa padaku Amang?” tanyaku
pelan.
Amang Syam menghela nafasnya perlahan. Dengan
hati-hati ia berkata, “beliau hanya masih terlalu kaget Nur.”
Aku menghembuskan napas perlahan.
“Tadinya Ridwan memperlakukan Nur dengan baik.
Tapi setelah sebulan hidup bersamanya baru Nur tahu perangainya yang kasar lagi
suka bermain wanita. Nur bertahan karena pernikahan ini baru seumur jagung.
Apalagi kehormatan keluarga merupakan hal paling utama untuk Abah. Tapi
beberapa waktu terakhir ini dia mulai suka memukul Nur jika dilihatnya ada
sedikit saja yang tak mengenakkan hatinya. Puncaknya semalam, ia mabuk dan
membawa gandaknya ke rumah. Entah bagaimana, Nur begitu muak melihatnya. Dan
Nur mulai mencecarnya. Tapi Ridwan gelap mata. Tak dilihatnya Nur sebagai
istrinya lagi. Karenanya Nur melarikan diri. Nur tak kuat lagi Amang.” Kataku
mulai sesunggukan.
Amang Syam diam nampak begitu keras menahan murkanya.
“Amang, bolehkah Nur bercerai saja? Tapi apakah
Abah akan membenci Nur? Amang tolong Nur.. bawa Nur jauh dari sini..”
“Tenang Nur.. Sudah jangan kau pikirkan masalah
itu, sebaiknya sekarang kau pulihkan dulu kesehatanmu.” Jawab Amang lemah.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sesosok laki-laki
muncul kemudian. Amang Syam berdiri. Demi melihat sosok laki-laki itu aku
segera meraih tangan amang Syam dan berlindung di balik tubuhnya. Meringkuk gemetar.
Itu Ridwan. Kening Amang Syam berlipat heran.
“Nur.. bagaimana keadaanmu?” tanya laki-laki yang
menggunakan jaket hitam itu mendekat.
Aku semakin erat memegang tangan Amang Syam. Bagaimana
bisa laki-laki itu menampakkan wajahnya di sini? Tak puas kah ia memukuliku
semalam?
“Maaf, untuk sementara ikam kada kawa tetamu Nur
dulu.” Tahan Amang menghalangi Ridwan.
“Amang tolong izinkan ulun bertemu dengannya.
Barang setumat. Ulun handak memastiakan keadaannya nang sebujurnya ja.” Kata Ridwan memohon.
Apa? Ulun? Sejak kapan dia bisa bicara sesopan
itu?
“ Ridwan, tolong! Ini rumah sakit. Tidak baik
kalau kita ribut di sini.”
“Ulun tuh
kadada niat cagar membuat keributan di sini Amang. Hanya saja Nur itu masih
istriku. Aku lah yang berkewajiban menjaganya!” jawab Ridwan keras.
Aku terhenyak.
Dengan takut-takut ku lihat wajah Ridwan yang terlihat lelah sekaligus khawatir
bercampur cemas. Sejak kapan laki-laki itu mengkhawatirkanku? Istri katanya? Tiba-tiba aku begitu muak melihatnya.
“Amun ikam tatap ja bakaras kaya ini, terpaksa aku
harus memanggil pihak keamanan untuk menyeret ikam dari sini.” kata Amang Syam
lagi dengan geram.
Wajah Ridwan segera digelayuti mendung. Ridwan
mematung untuk beberapa saat.
“Amun ada apa-apa, tolong langsung hubungi ulun
lah Mang...” Kata Ridwan pada akhirnya sebelum meninggalkan ruangan.
Aku menghela napas lega dan mulai melepaskan
peganganku.
“Kau tak apa Nur?” tanya Amang Syam menatapku
khawatir.
“Inggih, ulun kada papa.” Kataku sembari tersenyum
lemah.
“Syukurlah..” jawab Amang terlihat lega.
“Bagaimana bisa inya ke sini setelah apa yang inya
lakukan ke ulun, Mang?” tanyaku tak mengerti.
Sebelum Amang sempat menjawabku. Pintu kembali
terbuka. Seorang wanita yang mengenakan
seragam putih masuk. Ia tersenyum ramah.
“Dokter Syam, pian disuruh dokter Abdi ke ruangan
sidin sekarang.” Kata perawat itu.
“Oh, iya kah? Setumat lah..” kata Amang Syam lalu
berpaling padaku.
“Nur, kau istirahat saja dulu ya? Amang handak menemui
dokter Abdi dulu lah.“
“Amang jangan tinggalkan ulun. Ulun kada wani
saurangan di sini.” jawabku memelas.
“Kada papa.. ada perawat Nita di sini. Kena Amang
ke sini lagi.” Kata Amang menenangkanku.
***
Kosa
kata dalam bahasa Banjar :
·
Ulun
: (kata penghormatan) saya
·
Pian : (kata penghormatan) anda
·
Ikam :
(kata penghormatan digunakan untuk berbicara kepada sebaya atau yang lebih
muda) kamu
·
Sidin
: (kata penghormatan) beliau
·
Inya :
dia
·
Setumat
: sebentar
·
Kada :
tidak/ bukan
·
Wani :
berani
·
Saurangan
: sendirian
·
Kena :
nanti
Pulang Pisau
Keren mba cantik, cerpen yang di bumbui bahasa banjar
BalasHapusAsyik,ditunggu kelanjutannya
BalasHapusGa sabar... Ga sabar...
BalasHapusLekas sembuh nur.